Ahad 01 Sep 2019 15:20 WIB

Asosiasi: Pelaku UMKM Butuh Akses Pasar

Pelaku UMKM masuk ke sistem ekonomi digital dengan bergabung melalui marketplace

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pameran Expo Pembiayaan Koperasi dan UMKM. ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pameran Expo Pembiayaan Koperasi dan UMKM. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Akumindo) meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengurangi pelatihan wirausaha berbasis digital dan mulai fokus pada ketersediaan akses pasar. Ketua Umum Akumindo, Ikhsan Ingratubun, mengatakan, sejauh ini pelatihan yang diberikan sekadar materi tanpa adanya tindak lanjut agar pelaku usaha bisa mendapatkan pasar.

"Pelatihan-pelatihan sudah banyak dilakukan dari tingkat provinsi sampai kabupaten kota. Pemerintah rajin berikan pelatihan, tapi setelah itu tidak ada tindak lanjut," kata Ikhsan kepada Republika.co.id, Ahad (1/9).

Baca Juga

Ia mengatakan, soal digitalisasi, pelaku UMKM sudah sadar untuk masuk ke sistem ekonomi digital dengan bergabung melalui marketplace. Beberapa bahkan membuat portal sendiri untuk memasarkan produknya. Namun, mereka yang sekaligus menjadi produsen produk asli domestik tidak mendapat prioritas di pasar.

Padahal, kata Ikhsan, hal utama yang diinginkan adalah akses pasar untuk produk lokal dan mendapat posisi yang setara atau lebih dibanding barang impor.  "Anggaran untuk porsi pelatihan kami ingin dikurangi saja, lalu sisanya digunakan untuk membuat akses pasar," kata dia.

Ikhsan menjelaskan, akses pasar dalam jangka pendek bisa dilakukan dengan cara memprioritaskan produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat hingga daerah. Saat ini, kata Ikhsan, berbagai produk lokal bersaing dengan barang impor meski untuk kepentingan pemerintah. 

"Berdasarkan penelitian kami, pelatihan-pelatahan UMKM hanya untuk memenuhi syarat bahwa pemerintah sudah melakukan pelatihan. Sementara, produk impor terus membanjiri dalam negeri," ujarnya.

 

Sistem pembayaran

Di satu sisi, lanjut Ikhsan, di tengah berkembangnya sistem pembayaran digital, UMKM jangan lagi dibebankan biaya-biaya tambahan. Seperti misalnya, sistem pembayaran kode respons cepat (quick respons) atau QRIS. Ikhsan menyoroti, dalam QRIS terdapat biaya transaksi atau merchant discount rate (MDR) sebesar 0,7 persen yang dibebankan kepada UMKM.

Menurutnya, biaya tersebut cukup besar, bahkan lebih mahal ketimbang MDR untuk transaksi debet rekening sebesar 0,15 persen. Ia mengatakan, metode pembayaran dengan QRIS tergolong lebih efisien. Karena itu diharapkan pemerintah mengkaji mengenai biaya transaksi biaya transaksi dengan QRIS yang lebih rendah.

Hal itu, agar penetrasi sistem pembayaran digital dapat terlaksana secara masif dan disambut antusias oleh para pelaku UMKM. "Secara alamiah, UMKM akan meninggalkan metode pembayaran yang lebih mahal," kata Ikhsan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement