REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Keberadaan dan praktik perusahaan layanan keuangan digital atau financial technology (fintech) peer-to-peer ilegal yang merugikan konsumen perlu diberantas dan terus disosialisasikan kepada masyarakat guna mendorong tingkat inklusi keuangan Indonesia sesuai target tahun ini, yaitu 75 persen.
"OJK berperan dalam penanganan praktik fintech peer-to-peer (P2P) lending ilegal melalui Satgas Waspada Investasi," kata Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sondang Martha Samosir pada diskusi “Literasi Keuangan Fintech" yang diselenggarakan Finmas di Jakarta, Jumat (30/8).
Sondang mengatakan berdasarkan data OJK terdapat fintech P2P lending yang tidak terdaftar atau memiliki izin usaha telah ditangani oleh satgas waspada investasi. Sebanyak 404 entitas pada 2018 dan 826 entitas pada 2019.
"Selama 2019, total entitas investasi ilegal yang telah dihentikan 177 entitas," ujar Sondang dalam diskusi yang dipandu Kepala Public Relation dan Corcom Finmas, Rainer Emanuel.
Demi mencegah praktik fintech P2P ilegal, menurut Sondang, OJK menempuh dua cara, yaitu preventif dan represif. Upaya preventif adalah edukasi menggunakan media luar ruang digital, media sosial dan sosialisasi. Sedangkan cara represif adalah menindak tegas pelaku investasi investasi legal dan fintech ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat.