Jumat 30 Aug 2019 09:53 WIB

Indef: Peningkatan Tekfin Legal Halau Shadow Banking

Otoritas disarankan mengintegrasikan perbankan dan tekfin.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pajak kegiatan ekonomi digital.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Pajak kegiatan ekonomi digital.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menjelaskan, praktik shadow banking atau perbankan maya, khususnya di internet, mulai meningkat sejak keberadaan teknologi finansial (tekfin/fintech). Terutama perusahaan ilegal atau mereka yang tidak terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Huda menyebutkan, salah satu upaya untuk mengantisipasi hal tersebut adalah meningkatkan kerja sama antara tekfin yang legal dengan perbankan. Baik dengan kerjasama integrasi ataupun penanaman modal. "Ini dapat meminimalisir praktik shadow banking," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (30/8). 

Di sisi lain, pemerintah ataupun pemangku kepentingan terkait harus memastikan legalitas tekfin. Apabila semakin banyak fintech yang legal dan baik, Huda mengatakan, maka fintech yang ilegal semakin sempit pergerakannya. Di sisi lain, perbankan juga dapat menjalin kerja sama dengan tekfin untuk penyaluran kreditnya.

Dari awal kemunculan tekfin, Huda sudah menyarankan untuk adanya integrasi antara perbankan dengan tekfin. "Jangan memandang fintech sebagai saingan namun sebagai peluang kerja sama," ujarnya.

Huda menilai, saat ini kerja sama kedua pihak baru sebatas penyertaan modal seperti mandiri ke salah satu fintech dalam negeri. Kalaupun ada itu adalah tekfin dari bank itu sendiri dan belum ada tekfin murni ke perbankan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan, transformasi digital dalam sektor perbankan harus dilakukan untuk menghadapi ‘kematian’ era globalisasi dan kebangkitan era digitalisasi. Ini dilakukan sebagai upaya menghindari praktik shadow banking atau lembaga keuangan nonbank yang bertindak seolah bank. 

Arahan kebijakan itu sudah tertuang dalam visi sistem pembayaran Indonesia 2025. Intinya, Perry mengatakan, transformasi digital dalam perbankan itu kemudian dapat diintegrasikan dengan teknologi finansial (tekfin). "Ini supaya tidak terjadi perbankan maya atau shadow banking," tuturnya dalam konferensi pers Konferensi Internasional ke-13 Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) di Bali, Kamis (29/8). 

Perry menekankan, integrasi ini menjadi sebuah kebutuhan seiring dengan tekfin yang terus memfasilitasi berbagai tujuan. Mulai dari pembiayaan melalui peer to peer (p2p) lending maupun sistem pembayaran dalam bentuk uang elektronik (e-money). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement