Selasa 27 Aug 2019 08:13 WIB

Mengenal Calon Ibu Kota Baru

Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegera miliki prospek menjanjikan bagi pelaku duni

Canopy Bridge di Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Canopy Bridge di Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu kota akan dipindah ke sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim). Lalu, bagaimana kondisi kedua kabupaten tersebut ditinjau dari segi geografi, infrastruktur, hingga ekonomi?

Di Kabupaten PPU, lokasi ibu kota bakal berada di Kecamatan Sepaku. Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), kabupaten ini memiliki luas 3.333,06 km persegi dengan jumlah penduduk 159.386 jiwa pada 2018.

Dari segi infrastruktur, Kabupaten PPU baru memiliki jalan dengan panjang mencapai 1.287 km. Sebagian besar jalan yang ada masih berupa jalan kerikil, yakni mencapai 570,83 km, sedangkan yang sudah berupa jalan aspal sepanjang 212 km.

Seperti kebanyakan daerah di Kaltim, PPU mengandalkan sumber daya alam sebagai pendorong pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB). Sektor pertambangan dan penggalian menduduki peringkat pertama sebagai pendorong pertumbuhan, menyusul pertanian, dan industri pengolahan.

Nilai PDRB Kabupaten PPU sendiri tidak terlampau besar dibanding kabupaten lain di Kaltim. Per 2018, PDRB Penajam Paser Utara sebesar Rp 6,6 triliun dengan laju pertumbuhannya 1,24 persen.

Sementara, Kutai Kartanegara merupakan kabupaten dengan nilai PDRB yang lebih besar ketimbang Penajam Paser Utara. Tak heran, di kabupaten ini, industri pertambangan dan migas berkembang pesat.

Kabupaten yang banyak dihuni pendatang dari Jawa, Bugis, Banjar, Madura, hingga Buton ini memiliki luas wilayah 27.263 km persegi. Jumlah penduduknya 735.016 jiwa per 2018.

Menurut data BPS, nilai PDRB Kutai Kartanegara per 2017 sebesar Rp 118,6 triliun dengan laju pertumbuhan 1,36 persen. Sejumlah perusahaan migas multinasional juga masih beroperasi di kabupaten ini, seperti VICO Indonesia dan Chevron Indonesia Company. Sementara itu, perusahaan migas asal Prancis, Total E&P Indonesie, sudah lebih dulu ganti baju menjadi Pertamina Hulu Mahakam pada 2018 lalu.

Sementara jika berbicara Kaltim secara keseluruhan, provinsi ini memiliki luas 127.346,92 km persegi dengan jumlah penduduk 3,6 juta jiwa. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi penggerak PDRB terbesar bagi provinsi ini.

BPS mencatat, nilai PDRB Kaltim pada 2018 sebesar Rp 464,8 triliun dengan pertumbuhan 2,67 persen. Pertumbuhan ekonomi Kaltim memang sempat minus pada tahun-tahun sebelumnya seiring sempat anjloknya harga minyak dunia.

photo
AKtivitas para pekerja di ladang minyak dan gas (migas) Handil, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. (Republika/Agung Sasongko)

Beranjak ke DKI Jakarta, ibu kota Indonesia ini memiliki potensi ekonomi besar. Meski ibu kota dipindah ke Kaltim, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Jakarta tetap berperan sebagai pusat ekonomi dan bisnis.

DKI Jakarta yang memiliki luas 662,33 km persegi ini memiliki jumlah penduduk 10,4 juta jiwa (per 2017). Angka ini tentu jauh lebih banyak ketimbang wilayah di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara yang akan menyandang gelar 'ibu kota'.

Bicara soal perekonomian, DKI Jakarta memiliki pendorong pertumbuhan yang berbeda dengan Kalimantan Timur. Bila Kaltim lebih banyak menggantungkan diri pada sektor pertambangan dan migas, DKI Jakarta lebih banyak didorong oleh perdagangan besar dan eceran serta industri. Berdasarkan data BPS, nilai PDRB DKI Jakarta pada 2018 lalu sebesar Rp 1.736,2 triliun dengan pertumbuhan 6,29 persen.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegera memiliki prospek yang menjanjikan bagi pelaku dunia usaha. Sebab, kawasan tersebut memiliki keunggulan dalam sektor pertambangan.

Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, kedua daerah itu memiliki segi penggerak ekonomi dari sektor investasi dan sektor ekspor. “Sangat menjanjikan. Kalau lihat dari realisasi FDI (investasi asing langsung) pada kuartal II 2019 di Kaltim sendiri mencapai 164 juta dolar AS, 33,42 persen dari periode sama tahun sebelumnya,” ujarnya.

Dia mengatakan, perekonomian kawasan tersebut sangat bergantung pada permintaan dan harga komoditas global. Alhasil, perekonomiannya digerakkan oleh sumber daya terbesar, yakni minyak dan gas alam serta batu bara. n sapto andika candra/novita intan, ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement