REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendorong perbankan di Tanah Air untuk masuk ke sektor pembiayaan homestay di 10 destinasi wisata prioritas pemerintah. Sejauh ini, hanya perusahaan pembiayaan pelat merah PT Sarana Multigriya Finansial yang masuk ke sektor tersebut.
Ketua Tim Percepatan Pengambangan Homestay Desa Wisata, Anneke Prasyanti, menuturkan, kerja sama dengan PT SMF bisa menjadi percontohan bagi lembaga keuangan lainnya untuk masuk ke sektor pembiayaan homestay desa wisata. Program tersebut, merupakan pinjaman berbunga rendah bagi pengembangan atau perbaikan homestay khusus di 10 destinasi prioritas.
Sementara ini, kemitraan dengan PT SMF mulai diterapkan di Desa Wisata Samiran di Boyolali, Jawa Tengah serta Desa Nglanggeran di Gunung Kidul, Yogyakarta. Anneke mengatakan, hal yang menghambat sektor perbankan untuk masuk ke pasar pembiayaan homestay lantaran material pembangunan menggunakan bahan baku yang tidak diproduksi dari pabrikan.
"Selama ini dukungan pembiayaan rumah khususnya dari bank belum menyetujui penggunaan material yang tidak diproduksi pabrik. Seperti kayu, alang-alang, dan bambu," kata Anneke dalam keterangannya, diterima Republika.co.id, Ahad (25/8).
Ia menjelaskan, keragaman jenis rumah Indonesia, khususnya homestay, sesuai dengan konteks budaya masing-masing. Tidak terdapat rumah ukuran standar di Indonesia serta varian rumah dan fungsi yang mewadahinya sangat beragam.
Arsitektur rumah di masing-masing wilayah mewadahi fungsi dan kebutuhan manusia di sekitarnya. "Kembali ke kearifan lokal, ini jangan sampai hilang. Konsep homestay memang menikmati ruang budaya masing-masing," kata dia.
"Biaya juga harus digunakan secara bijaksana, lebih baik terasa nuansa lokal sehingga jadi daya tarik dan keunikan bagi wisatawan dan sekaligus membantu pelestarian arsitektur nusantara," ujarnya.
Menurut dia, pelestarian rumah-rumah di seluruh nusantara adalah bukan saja pelestarian aset pariwisata tapi juga pelestarian keberlanjutan bangsa Indonesia.