Rabu 21 Aug 2019 09:22 WIB

RUPSLB Sejumlah BUMN, Ini Kata Ekonom Indef

Ekonom Indef menyarankan agar RUPSLB ditunda saja.

 Gedung Kementerian BUMN
Foto: MgROL_37
Gedung Kementerian BUMN

REPUBLIKA.CO.JAKARTA -- Rencana lima BUMN menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk merombak jajaran direksi direspons banyak kalangan. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan rencana perombakan direksi BUMN atas arahan Menteri BUMN Rini Soemarno berimplikasi negatif bagi perekonomian nasional.

"Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah menurunnya saham perbankan di pasar modal sejak rencana RUPSLB ini diumumkan," ujar Bhima Yudhistira dalam diskusi "Motif di Balik Rencana Perombakan Direksi BUMN" di Jakarta, Selasa (20/8), seperti dalam siaran panitia acara kepada Republika.

Seperti diketahui, atas permintaan Kementerian BUMN lima BUMN akan menggelar RUPSLB pada 28 Agustus-2 September 2019. Kelima BUMN itu adalah 4 BUMN perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN), dan 1 BUMN migas (PGN).

Salah satu agenda RUPSLB adalah mengganti pengurus perusahaan, yakni jajaran direksi dan komisaris. Rencana ini sudah diagendakan dan dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.

Menurut Bhima, kasus ini akan semakin menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok Presiden Jokowi sebesar 5,3 persen di tahun ini. Sebab, stabilitas ekonomi yang menjadi prasyarat utama untuk mencapainya terganggu.

"Maka itu, ada baiknya rencana tersebut ditunda sampai terbentuk kabinet baru pada Oktober mendatang," ujar Bhima.

Apalagi, lanjut Bhima, tak ada yang urgent untuk melakukan perombakan direksi BUMN, khususnya BUMN perbankan. Keempat BUMN perbankan tersebut relatif berkinerja baik.

"Kalau mau melakukan prioritas perombakan direksi mesti di BUMN bermasalah, seperti Garuda Indonesia dan Pertamina," tegas Bhima.

Kalau pergantian direksi bank BUMN tetap dilakukan, Bhima menduga, latar belakangnya bukan soal ekonomi atau kinerja BUMN tersebut. Tapi lebih karena pertimbangan politik, dan itu tidak bagus bagi stabilitas perekonomian nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement