REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) melalui berbagai unit kerjanya tetus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan nilai ekspor. Salah satunya dengan membuat program terobosan Grand Design Hortikultura 2020-2024.
"Program ini mengoptimalkan potensi hortikultura, yang salah satunya melalui pengembangan kawasan. Maka itu, pengembangan hortikultura harus ditata sedemikian rupa agar mampu menjawab tantangan dan peluang pasar ekspor dunia," ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, Jumat (16/8).
Prihasto menjelaskan, grand design ini memiliki tujuan jangka panjang, yakni untuk meningkatkan pendapatan petani secara luas. Di sisi lain, program ini juga untuk memastikan arah pembangunan hortikultura agar berjalan sesuai dengan target dan tahapan yang jelas.
Menurut Prihasto, luasan rata-rata kepemilikan lahan pertanian Indonesia saat ini masih sangat minim, yakni hanya mencapai 0,3 hektare per kapita. Skala ini, kata dia, tidak akan mencapai skala ekonomi layak karena jauh dari rata-rata skala yang diharapkan.
"Namun, jika setiap 0,3 hektare lahan ini dihimpun dan digabungkan kedalam satu kelompok masyarakat atau model korporasi, maka hasilnya akan menjadi luas dan berdampak pada ekonomi yang signifikan," katanya.
Adapun untuk metode yang diterapkan paling awal ialah dengan menetapkan kesesuaian lahan masing-masing komoditas pertanian. Dalam hal ini, peran Kementan secara langsung menggandeng sejumlah perguruan tinggi dan Badan Litbang Pertanian.
"Selanjutnya kami kaji secara internal untuk pengembangan besar-besaran. Jika lahannya cocok, kami beri benih dan bibit unggul di sana. Benih unggul ini jadi cikal bakal pengembangan kawasan komoditas berorientasi ekspor," katanya.
Meski demikian, kata Prihasto, program ini memerlukan sinergitas antardirektorat lingkup Ditjen Hortikultura, utamanya dalam pengembangan kawasan berbasis buah. Jadi, nantinya, Direktorat Buah sendiri yang akan menentukan kabupaten mana yang lahan dan agroklimatnya sesuai untuk diterapkan.
Sedangkan peranan Direktorat Perbenihan, harus memfokuskan diri pada penyediakan benih unggul dan bermutu. Direktorat Perlindungan mendukung dari aspek pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman-red), serta Direktorat pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura terus memperluas pemasaran dan ekspornya.
"Dengan sinergitas ini, pasar buah nantinya akan terus berkembang dan mengundang para pelaku usaha agar berdatangan. Pendekatan petani ke pelaku usaha dapat dilihat melalui pendampingan yang dilakukan dengan baik, melalui GAP, kemudian sebaran dan sosialisasi. Ini merupakan tugas pemerintah daerah juga dalam melakukan persuasi dengan para petani," katanya.
Sementara mengenai keterkaitan harga, kata Prihasto, pemerintah berini menjamin bahwa harga yang ada memiliki pangsa pasar yang sangat luas. Namun, jaminan itu harus didukung dengan ketersediaan varietasnya unggul dan bermutu.
"Contohnya sudah banyak buah-buah lokal yang diminati penduduk luar negeri seperti salak, nanas, durian, manggis dan sebagainya. Makanya, untuk tahun anggaran 2019 ini, fokus kita di antaranya untuk pisang, nanas, manggis dan durian sekitar 9960 hektare. Masing-masing akan kita cek berdasarkan masukan Badan Litbang, BPTP dan Direktorat Buah dan Florikultura untuk melakukan kajian kecocokan, akses mobilitas dan nilai ekonomis terhadap komoditas tersebut," katanya.
Disinggung soal keberadaan buah impor, Prihasto mengatakan bahwa Indonesia tidak lagi mengkhawatirkan hal tersebut. Kata dia, buah impor bisa ditekan apabila program ini berjalan dengan baik. Apalagi, jika buah lokal yang dijual memiliki kualitas mutu dan pasokan yang cukup.
"Di samping itu, saya kira nantinya akan banyak pengusaha baru yang bermunculan. Lalu bisa kita bayangkan suatu kawasan berkembang 4-5 tahun kedepan menjadi sentra buah nasional, jangankan untuk makan buah, untuk masuk ke kawasan ini saja dan berswa foto harus bayar. Saya juga yakin nantinya sentra ini akan ramai karena masyarakat kota ingin membeli buah dengan sensasi wisata," tutup Anton.