REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 13 tahun, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM sudah menyalurkan dana bergulir sebesar Rp9,3 triliun untuk 4.323 mitra. Namun, catatan kinclong tersebut bukannya tanpa hambatan.
Wakil Rektor III Bidang Riset dan Kerja Sama Ikopin DR Yuanita Indriani pun berharap status kelembagaan LPDB KUMKM harus lebih diperkuat lagi dari sekarang. "Saya selalu mempertanyakan positioning LPDB itu ada dimana. Saya berharap status lembaga ini terus diperkuat agar bisa mandiri, kuat, dan fokus pembiayaan untuk pengembangan KUMKM", ungkap Yuanita dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka 13 tahun usia LPDB KUMKM, di Jakarta, Selasa (13/8).
Bagi Yuanita, perkuatan status kelembagaan dari LPDB KUMKM itu harus dilakukan karena masih ada keengganan dari kalangan lembaga keuangan, khususnya perbankan, untuk membiayai sektor KUMKM. "Fokus LPDB harus semakin dipertegas arahnya kemana. Begitu juga dengan peran dari LPDB harus lebih lagi dari yang sekarang, dalam perkuatan permodalan KUMKM di seluruh Indonesia", ucap Yuanita.
Pengamat Ekonomi Enny Sri Hartati sepakat dengan pernyataan Yuanita. Menurut Enny, dengan perkuatan status kelembagaan LPDB, misalnya menjadi sebuah badan, maka badan ini diharapkan mampu mengelola seluruh pembiayaan untuk KUMKM yang terkonsentrasi dalam satu wadah berujud badan, bukan sekadar BLU atau Satker dari kementerian.
"Bila sudah meningkat status lembaganya, bukan hanya dana bergulir saja yang bisa dikelola LPDB ini. Seluruh skim pembiayaan untuk KUMKM bisa berasal dari satu titik, yaitu LPDB KUMKM. Sehingga, kita bisa mengukur secara tepat akses pembiayaan untuk UMKM", ucap Enny.
Bagi Enny, KUMKM itu harus dikelola dengan baik dan benar, serta terukur. "KUMKM harus menjadi akselerator pergerakan ekonomi nasional. Hampir semua negara, diantaranya Jepang dan Jerman, yang serius dalam membangun koperasi, maka dipastikan ekonomi nasionalnya bagus. Jadi, perhatikan KUMKM sesuai dengan kebutuhannya", kata Enny.
Nara sumber lainnya, Ketua Komite Tetap Bidang Pengembangan dan Pembinaan Ekonomi Kerakyatan dan Koperasi Kadin Indonesia, Sharmila, mengakui bahwa kiprah LPDB KUMKM selama ini sudah on the track. Yaitu, mampu mewujudkan Tri Sukses (sukses penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian).
"Namun, menurut saya, masih ada PR besar yang harus dilakukan untuk ke depannya", ujar Sharmila.
Diantaranya, lanjut Sharmila, LPDB KUMKM bisa mengoptimalkan sumber-sumber dana lain, khususnya yang ada di luar negeri, serta menciprakan sumber dana lain (selain APBN) untuk menambah jumlah dana bergulir. "Jujur saja, jumlah dana bergulir itu amat terbatas, tapi kebutuhan KUMKM semakin membesar", jelas Sharmila.
Hanya saja, kata Sharmila, potensi dana-dana murah di luar negeri (Timur Tengah) itu menginginkan kerjasama G to G. "Hal itu tidak mungkin dilakukan dengan status LPDB seperti sekarang ini. Saya berharap, LPDB bisa menjadi lembaga eksekutor dalam memanfaatkan dana-dana murah di luar dalam bingkai G to G", ucap Sharmila.
Selain itu, Sharmila juga berharap agar ke depan LPDB KUMKM lebih memprioritaskan usaha atau koperasi yang dikelola kaum perempuan. Pasalnya, banyak ibu-ibu di Indonesia yang menjalankan usaha produktif dan tergabung dalam koperasi.
High Risk
Sementara itu, Direktur Umum dan Hukum LPDB KUMKM Jaenal Aripin mengungkapkan bahwa perbankan lebih senang membayar denda pada Bank Indonesia (BI) ketimbang menyalurkan ke sektor UMKM yang dianggap sebagai high risk. "Itu fakta, dimana perbankan lebih suka menyalurkan kreditnya ke usaha besar. Terbukti porsi untuk UMKM dari total penyaluran kredit perbankan hanya sebesar 19 persen", kata Jaenal.
Oleh karena itu, kata Jaenal, LPDB KUMKM hadir untuk mengisi kekosongan tersebut. Hanya saja, Jaenal mengakui harapan tersebut belum tercapai. "Kita ini diberi amanat untuk menyalurkan dana bergulir ke UMKM di seluruh Indonesia. Sayangnya belum tercapai karena status lembaga kita yang masih BLU dimana tidak dibolehkan membuka cabang di daerah", tukas Jaenal.
Jaenal meyakini bahwa dengan meningkatkan status kelembagaan LPDB KUMKM menjadi sebuah badan setingkat menteri, bakal menjadi sebuah kebijakan dan langkah strategis dalam perkuatan permodalan KUMKM di Indonesia. "Saat ini kita hanya sebatas Satuan Kerja atau Satker dari kementerian", pungkas Jaenal.