Rabu 14 Aug 2019 12:47 WIB

Sektor Jasa Rajai Industri, Kadin: Manufaktur Harus Berbenah

Pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal II 2019 hanya 3,54 persen

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta
Foto: Antara
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi beberapa tahun ke depan industri sektor jasa bakal mendapatkan permintaan yang lebih tinggi daripada sektor barang. Karena itu, sektor barang, terutama industri manufaktur yang menghasilkan sebuah produk harus memiliki rantai pasok yang efisien.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menuturkan, efisiensi industri manufaktur harus dilakukan agar biaya operasional yang dikeluarkan dalam menghasilkan produk dapat lebih murah. Dengan begitu harga barang yang diterima masyarakat akan semakin kompetitif.

Baca Juga

"Efisiensi rantai pasok dan biaya produksi menjadi faktor kunci keberhasilan pertumbuhan industri manufaktur. Ini karena proyeksi ke depannya pertumbuhan konsumsi barang akan lebih rendah dan stabil,," kata Shinta kepada Republika.co.id, Rabu (14/8).

Mengutip data BPS, pertumbuhan manufaktur pada kuartal II 2019 hanya 3,54 persen, turun dibanding kuartal I 2019 sebesar 3,86 persen. Pada 2018, industri manufaktur hanya tumbuh di kisaran 3-4 persen. Pertumbuhan manufaktur dalam tiga tahun terakhir di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen.

Shinta menuturkan, pemerintah harus melakukan pembenahan secara tepat karena ke depan, persaingan produk antar negara akan semakin ketat. Adapun efisiensi manufaktur yang mendesak dilakukan adalah restriksi perizinan, insentif pajak, biaya transfer barang atau logistik yang murah. Serta melakukan digitalisasi terhadap berbagai pengurusan birokrasi.

Lebih lanjut, ia menambahkan, berbicara soal industri manufaktur maka berkaitan erat dengan ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Menurut Shinta, pemerintah harus mengubah mindset dalam penyediaan bahan baku. Pemerintah harus rasional dan realistis dan tidak bersikeras agar semua bahan baku harus diproduksi di dalam negeri.

"Ini sudah tidak relevan karena dalam kompetisi global saat ini dan ke depan yang penting adalah efisiensi dan kompetitif," ujarnya.

Tolok ukur yang semestinya digunakan dalam kegiatan produksi di dalam negeri adalah apakah industri bisa menghasilkan barang secara efisien atau tidak dengan bahan baku yang ada di dalam negeri. Harga dan kualitas menjadi dua faktor utama agar bisa memenangkan pasar. 

"Kalau setelah berbagai subsidi dan bantuan yang diberikan kepada industri bersangkutan tetap tidak membuat kompetitif. Sebaiknya tidak dipertahankan dan kita impor saja dari berbagai pemasok global yang efisien," katanya menambahkan.

Sebagai gantinya, sumber daya alam yang sangat potensial di Indonesia harus dijaga dan dioptimalkan sebesar-besarnya. Sebagai contoh, industri kemaritiman dimuali dari pergaraman hingga produk olahan ikan.

Dengan sumber daya yang besar, pemerintah harus memelihara keberlanjutan sumber daya tersebut dan mengembangkan untuk bisa menjawab kebutuhan pasar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement