Jumat 09 Aug 2019 17:52 WIB

Defisit Transaksi Berjalan, Masalah Indonesia Sejak Lama

Neraca pembayaran menjadi titik lemah Indonesia yang paling pertama

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Defisit Neraca Transaksi Berjalan
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Defisit Neraca Transaksi Berjalan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, defisit transaksi berjalan memang sudah menjadi permasalahan Indonesia sejak lama. Khususnya sejak masa orde baru, di mana tidak pernah terjadi surplus.

Neraca dagang pun dapat positif karena terbantu dengan ekspor migas yang saat itu masih mengalami masa kejayaan. Tapi, Darmin menuturkan, pemerintah terus melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi CAD. Di antaranya meminimalkan impor bahan bakar solar dan avtur.

Baca Juga

"Kita rumuskan kebijakan untuk sedikit demi sedikit mengurangi penyakit itu sampai nanti sembuh," tuturnya saat ditemui dalam acara Seminar Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Jumat (9/8).

Darmin mengakui, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam bidang perdagangan internasional dan indikator neraca pembayaran. Bahkan, ia menyebutkan bahwa neraca pembayaran sebagai titik lemah Indonesia yang paling pertama.

Di atas semua itu, Indonesia juga harus menghadapi tantangan bonus demografi yang apabila tidak dimanfaatkan dengan baik, justru dapat menjadi hambatan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran lima persen, Darmin mempertanyakan, apakah Indonesia sudah mampu menyelesaikan atau memanfaatkan bonus demografi tersebut. Ia melihat kurun waktu 10 tahun ini sebagai masa krusial. Sebab, 10 tahun lagi, bonus demografi ini akan selesai dan tenaga kerja dari generasi muda tidak mendominasi lagi.

Terlepas dari itu, Darmin menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik di antara negara lain, terutama dalam kondisi ketidakpastian global saat ini. Inflasi pun dapat terjaga dalam variasi tiga hingga 3,5 persen, membaik dibanding dengan zaman orde baru yang dapat menyentuh double digit. "Itu berlangsung terus menerus selama empat tahun," katanya.

Tidak hanya itu, Darmin menambahkan, indikator sosial ekonomi Indonesia pun mengalami perbaikan. Sebut saja tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan gini ratio. Sehingga, di dalam kaidah pembangunan ekonomi, Indonesia dapat dinilai sebagai negara yang memiliki pertumbuhan sehat. Artinya, tidak sekadar tumbuh secara persentase pertumbuhan ekonomi, juga indikator sosial dan ekonominya.

Tapi, Darmin memastikan, pemerintah terus mengupayakan kebijakan untuk menghadapi permasalahan di ekonomi Indonesia yang sudah menjamur sejak lama. Ia juga menyebutkan kemungkinan kebijakan baru yang lebih progresif. Misalnya kebijakan yang lebih menyentuh secara sektoral.

"Tidak lagi kebijakannya global saja, tapi harus sudah diidentifikasi," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan memberikan komentar mengenai kondisi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/ CAD) pada kuartal kedua ini yang meningkat menjadi 8,4 miliar dolar AS. Angka tersebut sudah mencapai 3,04 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sri hanya menyampaikan, pemerintah akan terus berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi global yang tidak pasti. Khususnya sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina yang belum menemukan titik terang.

"Kami akan terus meningkatkan upaya untuk menyelesaikan itu seperti yang selama ini sudah disampaikan," ujarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement