REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan Program Sejuta Rumah merupakan hal yang masih sangat relevan untuk periode 2020-2024. Selain untuk memenuhi kebutuhan properti bagi kalangan masyarakat, program ini juga untuk melesatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Masalah perumahan ini sangat kompleks. Oleh karena itu dengan Program Sejuta Rumah bertujuan menggerakkan seluruh stakeholder di bidang perumahan baik Pemerintah Pusat, swasta, dan masyarakat bersama-sama untuk membangun rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dengan tingginya kebutuhan rumah tersebut, ke depan perlu ada penguatan dan inovasi Program Sejuta Rumah," kata Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi A Hamid dalam rilis di Jakarta, Jumat (9/8).
Sebagaimana diketahui, Pemerintah menargetkan Program Sejuta Rumah pada periode 2015-2019 sebanyak 5 juta unit. Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 April 2015, secara bertahap capaian Program Sejuta Rumah terus meningkat dari 904.758 unit di tahun 2015 menjadi 1.132.621 juta unit pada tahun 2018.
Secara keseluruhan selama periode 2015-2018 telah terbangun 3.542.318 unit rumah dengan komposisi 70 persen rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 30 persen rumah non MBR. Pada tahun 2019, Kementerian PUPR menargetkan capaian Program Sejuta Rumah lebih tinggi yakni sebanyak 1,25 juta rumah.
"Capaian Program Sejuta Rumah status per 5 Agustus 2019 mencapai angka 735.547 unit. Jadi kita punya target tahun 2019 untuk mendongkrak kekurangan dari total akumulatif menjadi 5 juta unit. Kita bisa capai kurang lebih 4,79 juta atau 94 persen dari total target," katanya.
Khawali juga mengingatkan bahwa sektor perumahan cukup tinggi sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ujar dia, juga masih tingginya angka backlog atau kekurangan perumahan sekitar 7,6 juta unit ditambah kebutuhan rumah baru per tahunnya mencapai 500-700 ribu unit. Tingginya kebutuhan rumah yang harus dipenuhi memerlukan kerjasama seluruh stakeholder, terobosan, dan inovasi guna memperkuat program tersebut.
Menurut Khalawi, tantangan kedepan antara lain adalah ketersediaan lahan di kawasan strategis yang dapat dibangun rumah terjangkau bagi MBR. Salah satu cara yang telah dilakukan adalah pembangunan rusun dekat dengan stasiun kereta atau Transit Oriented Development (TOD) dan rusun dengan kombinasi pasar seperti Rusun Pasar Rumput setinggi 25 lantai berjumlah tiga menara.
Ia mengemukakan bahwa usulan pembentukan bank lahan juga bisa menjadi opsi agar Pemerintah memiliki lahan untuk pembangunan rumah terjangkau.
Kemudian, langkah penguatan Program Sejuta Rumah ke depan lainnya adalah penetapan zona permukiman MBR yang sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), perluasan fasilitas pembiayaan dan penghapusan PPN dan penetapan batasan harga jual rumah subsidi dan revisi regulasi terkait upaya Kementerian PUPR menjaga kualitas rumah MBR.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono memastikan sebanyak 18 pihak bank pelaksana telah menyalurkan dana kredit pemilikan rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah.
"Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Pemerintah hadir dalam penyediaan hunian yang layak bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Kami harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup para penerima bantuan dengan memiliki rumah yang lebih layak, sehat dan nyaman," kata Basuki Hadimuljono.
18 bank tersebut yakni BNI, BTN, BTN Syariah, BRI, Bank Mandiri, Bank Jabar Banten, Bank Sulselbar, Bank Kalbar, Bank Kalsel, Bank Kalsel Syariah, Bank Jatim Syariah, Bank Jatim, Bank Sumselbabel Syariah, Bank Aceh, Bank Jambi, Bank Nagari, Bank Sumselbabel, Bank Jambi Syariah.
Kementerian PUPR juga melakukan pemantauan kualitas rumah subsidi sesuai dengan standar yang ditetapkan maupun pendataan pengembang rumah subsidi dalam Sistem Registrasi Pengembang (Sireng).