Kamis 08 Aug 2019 04:50 WIB

Indonesia Kalah di WTO, Pengamat: Perlu Standar Aturan Impor

Brasil memenangi gugatan atas kebijakan impor ayam Indonesia di WTO

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
WTO
Foto: flickr
WTO

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menanggapi gugatan Brasil yang menang di World Trade Organisation (WTO), pemerintah dinilai perlu menyusun standar aturan mengenai kesehatan dan kehalalan produk tersebut. Meski impor dibuka, Indonesia perlu mengambil sikap terkait hal itu.

Pengamat Perdagangan Internasional dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, pemerintah memang sudah selayaknya mengikuti ketentuan WTO untuk tidak menutup keran impor produk asal Brasil. Kendati demikian, pemerintah juga perlu mempersiapkan standarisasi yang konkret yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan domestik.

Baca Juga

“Contohnya kalau barangnya langsung dimakan harus memenuhi sertifikasi halal,” kata Ahmad saat dihubungi Republika, Rabu (7/8).

Pemerintah, lanjut dia, perlu melakukan penyetaraan sertifikasi baik di tingkat domestik maupun standar yang berlaku di negara-negara lain. Sebab, status hukum Indonesia yang kalah dalam gugatan di WTO menjadi salah satu faktor yang mengharuskan pemerintah untuk mengambil kebijakan jitu.

Brasil membawa permasalahan perdagangan ayam tersebut ke WTO sejak 2014 dan pada 2017 mereka memenangi gugatan. Kendati demikian karena Indonesia belum juga membuka keran impor ayam, Brasil kembali menyeret permasalahan tersebut ke WTO.

Kendati demikian Ahmad menambahkan, pemerintah tak boleh tinggal diam dan membiarkan impor ayam masuk begitu saja. Pemerintah dinilai perlu melakukan berbagai diplomasi dagang untuk memanfaatkan kondisi dan mencari celah ekspor produk-produk yang dapat dinegosiasikan.

“Kalau katakanlah impor itu terjadi, kita juga harus bisa nego, barang apa saja nih dari kita yang bisa masuk ke sana,” kata dia.

Dari aspek-aspek tadi hal krusial yang perlu dicermati pemerintah, menurut dia, adalah penyesuaian data produksi dan kebutuhan ayam di dalam negeri. Dengan melihat kondisi produksi dan kebutuhan yang ada, maka kemungkinan ada dan tidaknya impor ayam tersebut baru dapat diketahui.

“Kalau ternayata produksi (ayam) kita surplus, ya untuk apa impor kan,” kata dia.

Anggota Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Guntur Rotua mengatakan, keran impor ayam dapat berimbas pada rontoknya harga ayam di tingkat domestik. Sebab, kata dia, harga ayam Brasil relatif lebih murah Rp 2.000 per kilogram (kg) jika dibandingkan dengan ayam Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 14 ribu per kg.

“(Impor) pasti berimbas, (lokal) kalah semua. Ngaruh sekali ke harga,” kata Guntur.

Kendati demikian dia menggarisbawahi bahwa produk impor ayam Brasil yang perlu diwaspadai yaitu tentang kesehatan dan kehalalannya. Karena, dengan biaya produksi dan jarak negara yang berjauhan, Brasil tetap bersikukuh memasok ayamnya ke Indonesia.

“Yang berbahaya itu (ayam) yang Brasil ekspor itu adalah bagian ayam yang dianggap sampah. Misalnya bagian dalam tubuh ayam, dan paha juga termasuk dianggap bukan daging oleh mereka,” kata dia.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita saat ditemui usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, mengatakan pemerintah akan mengikuti keputusan yang ditetapkan WTO. Artinya, keran impor ayam Brasil bakal dibuka.

“Kita ikuti aturan WTO,” kata dia.

Kendati demikian pihaknya bakal membenahi aturan-aturan di dalam negeri yang bertentangan dengan ketentuan di WTO. Terkait dengan persyaratan halal di Indonesia yang perlu dipenuhi atau tidak, Ketut enggan menjawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement