Rabu 31 Jul 2019 18:47 WIB

Pemerintah Disarankan Tunda Simplifikasi Cukai Tembakau

Pemerintah berencana menggabungkan jenis rokok SKM dan SPM

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Seorang petugas menata pita cukai rokok di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Kudus, Kudus, Jateng.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Seorang petugas menata pita cukai rokok di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Kudus, Kudus, Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pansus RUU Pertembakauan Firman Soebagyo menyarankan pemerintah membatalkan rencana simplifikasi atau penyederhanaan tarif cukai tembakau. Simplisifikasi tarif cukai dikhawatirkan merugikan industri hasil tembakau skala menengah dan kecil.

"Jika itu diterapkan dapat mematikan industri pertembakauan yang sudah lama berdiri atau yang masuk pada golongan III," kata Firman dalam keterangannya, Rabu (31/7).

Baca Juga

Pemerintah berencana menggabungkan kuota produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Setelah itu dilakukan penggabungan jenis rokok SKM dan SPM.

Menurut dia, rencana tersebut jangan dilakukan secara terburu-buru. Sebab, kedua jenis produk hasil tembakau tersebut sangat berbeda.

"Intinya, rencana ini harus diperhitungkan dengan baik dan didiskusikan dengan semua pemangku kepentingan," ujar dia.

Rencana penggabungan SKM golongan IIA dan IIB dikhawatirkan berimplikasi langsung bagi golongan IIB. Pada 2016, terdapat 148 pabrik golongan IIB, sedangkan golongan IIA hanya 84 pabrik.

Politisi senior Golkar itu khawatir dampak penggabungan struktur tarif SKM golongan IIA dan golongan IIB akan menimbulkan akuisisi oleh pelaku usaha di golongan IIA terhadap perusahaan golongan IIB yang produksinya sangat kecil.

"Dampak negatif yang paling tidak diharapkan adalah para pelaku usaha di golongan IIB beralih ke produksi rokok ilegal yang tentu semakin merugikan pemerintah," ujarnya.

Menurut Firman, beberapa pertimbangan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan simplifikasi cukai, bahwa IHT di Indonesia sangat beragam dari aspek modal, jenis, hingga cakupan pasar. Pemerintah juga mesti memperhatikan keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja dan pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap IHT.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar berharap pemerintah menghilangkan simplifikasi cukai hasil tembakau yang tertuang dalam PMK 156 Tahun 2018. Menurutnya, penghapusan kebijakan simplifikasi cukai hasil tembakau berdampak positif bagi IHT. Sebab, penghapusan kebijakan ini membuat persaingan antar IHT tetap sehat. Selain itu, dapat mendongkrak omzet bagi industri yang berimbas pada tenaga kerja.

“Golongan IHT kecil dan menengah paling terkena dampak dari simplikasi tarif cukai. Sebab, harga rokok golongan kecil menengah akan berada pada level sama dengan rokok industri besar,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement