REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) menyatakan regulasi premi program restrukrturisasi perbankan (PRP) segera terbit. Saat ini draf regulasi telah diselesaikan dan menunggu penandatanganan Presiden Joko Widodo.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan draf aturan mengenai pungutan bagi bank terkait pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan ini sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
“Sekarang draf sudah selesai, tentu harus melalui persetujuan presiden. Saat ini sudah di istana tinggal tunggu tanda tangan presiden,” ujarnya saat konferensi pers Pengumuman Hasil Review Suku Bunga Penjaminan di Kantor LPS, Jakarta, Rabu (31/7).
Nantinya, kata Halim, iuran premi yang akan dikenakan kepada perbankan sebesar nol persen hingga 0,007 persen dari total aset bank. Sementara bagi bank yang asetnya di bawah Rp 1 triliun dibebaskan dari kewajiban ini atau premi sebesar nol persen.
“Bank dengan aset di bawah Rp 1 triliun BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I dan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) besarannya nol persen,” jelasnya.
Iuran baru ini merupakan turunan dari ketentuan UU 9/2016 mengenai Pencegahan dan Penangan Krisis Sistem Keuangan. Ketentuan tersebut membentuk dana resolusi untuk membiayai upaya penyehatan bank yang gagal secara sistemik.
Dana resolusi dihimpun berdasarkan sejumlah persentase dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang akan mengacu PDB pada 2016 sesuai UU 9/2016 terbit. Perbankan bertugas membayar premi PRP hingga target pengumpulan dana resolusinya tercapai.
“Kami telah mempertimbangkan kekhawatiran dari bankir mengenai iuran premi PRP. Tarif ini tidak akan memberatkan, bahkan sangat longgar karena ratenya tidak besar dan akan dikenakan selama 30 tahun, bank pun bisa mencicil,” ungkapnya.