Selasa 30 Jul 2019 10:44 WIB

Nelayan Diajak Tangkap Rajungan Pakai Alat Ramah Lingkungan

Rajungan menjadi komoditas unggulan yang diekspor hingga Amerika Serikat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Nelayan menunjukkan hasil tangkapan kepiting rajungan (Portunus pelagicus)
Foto: Antara/Arnas Padda
Nelayan menunjukkan hasil tangkapan kepiting rajungan (Portunus pelagicus)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengajak masyarakat pesisir untuk mulai menggunakan alat tangkap ramah lingkungan berjenis bubu dalam menangkap rajungan. Penangkapan hewan laut kelompok kepiting dengan bubu dapat dihargai lebih tinggi ketimpang alat tangkap ajaring rad yang tidak ramah lingkungan. Susi menjelaskan, hasil tangkapan rajungan dengan alat ramah lingkungan bisa dihargai sebesar Rp 57-90 ribu per kilogram. Harga itu jauh lebih tinggi dari pada hasil tangkapan dengan arad. 

"Gunakan alat penangkap ramah lingkungan supaya rajungan ini terus ada hingga anak cucu kita. Harga jualnya pun lebih tinggi," kata Susi dalam keterangan resminya, Selasa (30/7). 

Baca Juga

Ia mengatakan, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti arad maupun cantrang membuat usaha penangkapan ikan semakin susah. Beberapa modifikasi alat tangkap juga terbukti merusak lingkungan. Kepala Desa maupun bupati dan wali kota diminta untuk mengganti alat-alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan dengan yang ramah lingkungan. 

Salah satu yang menjadi contoh penggunaan bubu dalam penangkapan rajungan oleh nelayan yakni di Demak, Jawa Tengah. Susi mengatakan, Rajungan telah menjadi komoditas unggulan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat di Desa Betahwalang. Sekitar 670 unit kapal perikanan yang melakukan penangkapan rajungan ada di desa tersebut. 

Karena itu, dalam menjaga kelestarian sumber daya rajungan yang telah menjadi penghidupan masyarakat, Susi sekaligus berpesan agar rajungan betina yang sedang bertelur tidak ditangkap atau segera dilepaskan kembali ke laut jika tidak sengaja tertangkap. 

"Satu ekor rajungan bisa menghasilkan lebih 1,3 juta telur. Anggap saja dari 1,3 juta telur tadi yang selamat menjadi rajungan 10 ribu saja, kemudian ditangkap setelah menunggu 4-6 bulan, maka dengan berat per ekor 2 ons, kita bisa menghasilkan 2.000 kilogram. Kalikan saja dengan harga Rp 60 ribu misalnya, maka hasilnya sudah seratus juta lebih," kata dia. 

"Ini baru dari satu ekor rajungan betina, bagaimana dengan rajungan-rajungan betina yang sedang bertelur yang kita tangkap selama ini. Tidak terbayang besarnya kerugian yang kita dapati selama ini. Oleh karena itu, saya meminta dengan sangat agar masyarakat tidak lagi membuang-buang nikmat Allah ini. Jangan mengkufuri nikmat," katanya menambahkan. 

Berdasarkan data statistik yang dihimpun KKP, kontribusi komoditas rajungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) Laut Jawa sebesar 46,6 persen. Itu menunjukkan bahwa WPP-NPRI Laut Jawa merupakan penghasil rajungan terbesar di Indonesia. Dimana, Provinsi Jawa Tengah khususnya Kabupaten Pemalang, Demak, Pati dan Rembang menjadi kontributor terbesar. 

Rajugan juga merupakan komoditas penting dengan nilai ekspor hasil perikanan terbesar ketiga di Indonesia. Negara tujuan ekspor utama rajungan adalah Amerika Serikat. Nilai ekspor rajungan dari Provinsi Jawa Tengah pada tahun lalu mencapai Rp 1,36 triliun. 

Susi menegaskan, semakin tingginya permintaan rajungan, memungkinkan terjadinya penurunan stok rajungan di alam. Untuk itu, ia mendorong masyarakat setempat untuk melakukan pengelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan agar sumber daya tetap lestari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement