REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, realisasi produksi dan produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi (migas) PT Pertamina (Persero) dan anak usahanya mengalami penurunan. Hal ini disampaikannya setelah rapat pimpinan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (29/7).
Dwi menyampaikan, penurunan lifting Pertamina juga dibahas dalam rapim. Menurutnya, pemerintah sangat menaruh perhatian terhadap kinerja lifting lantaran menyangkut pendapatan negara.
"Maka lifting ini tadi kena marah-marah, kami kena marah. Bunyinya itu kan dari 10 atau 20 KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) utama kita bahas, kemudian dari 10 besar ada 6 KKKS yang lifting turun dan dari 6 itu 5 adalah Pertamina," ujar Dwi.
Dwi merinci lima KKKS Pertamina meliputi PT Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatra (PHE OSES), Pertamina Hulu Offshore North West Java (PHE ONWJ), serta Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT).
Dwi mengatakan, penurunan lifting tertinggi pada sektor gas ada pada Pertamina Hulu Mahakam. Oleh karena itu, kata Dwi, pemerintah mendorong Pertamina memperbaiki kinerja terkait lifting migas ke depan.
"Banyak hal berharap di Pertamina lakukan upaya-upaya untuk perbaikan agar lifting ini jangan sampai yang diambil oleh Pertamina, sebagai operator menjadi penurunan tajam," kata Dwi.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar menyampaikan penurunan produksi di Mahakam salah satunya lantaran LNG yang tidak jadi diserap pasar, sehingga Pertamina Hulu Mahakam harus mengurangi produksi dari rata-rata 670 MMSCFD menjadi 500 MMSCFD. Terkait penurunan produksi di area ONWJ, kata Sukandar, tak lepas dari insiden kebocoran gas dan tumpahan minyak. Sukandar berharap Pertamina segera melakukan penanganan dengan maksimal agar dampak yang ditimbulkan tidak meluas.
"Ini penanganannya harus cepat agar tumpahan minyak tidak kemana-mana," ucap Sukandar.