Senin 29 Jul 2019 01:03 WIB

OJK Diminta Awasi Fintech Secara Preventif

Sebelum fintech ilegal memakan korban maka harus dicegah.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gita Amanda
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan perkembangan terkini terkait fintech lending ilegal, di Kantor OJK, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/2).
Foto: Republika/Lida Puspaningtyas
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan perkembangan terkini terkait fintech lending ilegal, di Kantor OJK, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lama ini terjadi kasus penyalahgunaan data pribadi nasabah pinjaman online oleh perusahaan financial technology (fintech) karena telat membayar tagihan. Ekonom Institute for Development if Economics Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya menerapkan pengawasan dengan prinsip preventif atau pencegahan.

Terlebih menurut Bhima dalam ketentuan POJK 77/POJK.01/2016 tentang Penyelenggaraan Jasa Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi sudah ada regulasi soal kerahasiaan data. "Yang jadi masalah penyalahgunaan data dilakukan oleh fintech ilegal," kata Bhima kepada Republika.co.id, Ahad (28/7).

Baca Juga

Untuk itu, Bhima menilai agar kasus nasabah tersebut tidak terulang terutama dilakukan dengan fintech ilegal maka pengawasan harus preventif. Artinya, kata dia, sebelum fintech ilegal memakan korban maka harus dicegah dengan melakukan blokir rekening dan aplikasi.

Bhima juga menuturkan SDM pengawasan fintech yang dimiliki OJK perlu ditambah. "Seiring semakin banyaknya perusahaan fintech di Indonesia maka membutuhkan SDM yang juga cukup banyak," tutur Bhima.

Selain itu, Bhima meminta OJK juga memperkuat koordinasi dengan kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam pengawasan fintech.  Hal tersebut perlu dilakukan untuk memberikan sanksi yang lebih berat lagi bagi fintech yang melanggar aturan.

Belum lama ini, beredar foto nasabah salah satu fintech di media sosial. Foto nasabah sengaja diiklankan oleh fintech tersebut karena telat membayar tagihan. Hal tersebut menjadi tindakan pelecehan bagi nasabah tersebut karena diiklankan rela menjual dirinya untuk melunasi tagihan.

Kasus tersebut saat ini tengah ditangani kepolisian. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memastikan penagihan yang dilakukan dengan cara yang tidak sesuai bisa terkena sanksi hingga pencabutan izin legalitas fintech tersebut.

Saat ini, OJK juga meminta masyarakat berhati-hati dalam menggunakan pinjaman online yang saat ini banyak ditawarkan melalui beragam financial technology (fintech). Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot meminta masyarakat harus memahami risiko yang ada saat melakukan pinjaman online.

"Edukasi mengenai pinjaman online perlu dilakukan berkelanjutan. Yang mudah itu belum tentu aman, pahami manfaat, biaya, dan risikonya," kata Sekar kepada Republika.co.id, Ahad (28/7).

Sekar menegaskan pola pikir untuk tidak tergiur dengan kecepatan meminjam harus diimbangi dengan pertimbangan lain. Salah satunya terkait penghitugan risiko yang bisa didapatkan ketika melakukan pinjaman online.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement