Ahad 28 Jul 2019 18:16 WIB

AEKI Lampung Selidiki 8.000 Ton Kopi Impor

8.000 ton kopi impor tersebut berasal dari Vietnam

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Nidia Zuraya
Biji Kopi (Ilustrasi)
Biji Kopi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung menyelidiki sebanyak 8.000 ton biji kopi impor yang beredar di Lampung. Keberadaan kopi impor yang berkualitas rendah dan harga murah tersebut mengganggu tata niaga perkopian di Lampung.

“Kami sudah menyurati PT Pelindo dan Bea dan Cukai terkait masuknya kopi impor diduga asal Vietnam dengan kualitas rendah dan murah tersebut,” kata Ketua AEKI Lampung Juprius kepada Republika di Bandar Lampung, Ahad (28/7).

Baca Juga

Menurut Juprius, terdapat 8.000 ton biji kopi asal Vietnam masuk ke Lampung oleh perusahaan multinasional. Biji kopi tersebut dipasok ke industri untuk diolah kembali dengan kopil lokal, lalu diekspor ke negara lain dengan harga bersaing.

Ia mengatakan biji kopi impor yang kualitasnya buruk tersebut memengaruhi harga dan kualitas kopi asli asal petani Lampung yang telah diekspor ke negara tertentu. “Kopi asal Lampung sekarang dinilai kualitasnya kurang baik, karena itu tadi sudah tercemar dengan kopi oplosan itu,” katanya.

Menurut dia, kehadiran biji kopi impor yang diolah kembali di Lampung dengan biji kopi lokal membuat kualitas kopi asli menurun dan harga kopi di tingkat petani semakin anjlok.

Ia mengakui importir ingin mengeruk keuntungan yang besar dengan mendatangkan biji kopi asal Vietnam yang kualitasnya lebih buruk dari kopi asli petani di Lampung. Mereka ingin mendapatkan keuntungan dengan membeli murah biji kopi Vietnam yang tidak berkualitas dicampur dengan biji kopi asal Lampung lalu diekspor kembali.

Banyaknya biji kopi, kata dia, secara berdampak pada nasib petani kopi di Lampung. Di saat produksi menurun, harga kopi juga ikut turun, sehingga mau tidak mau petani harus menjual biji kopinya kepada pengumpul agar dapat menghidupi keluarganya.

Sedangkan importir memanfaatkan harga murah biji kopi asal petani Lampung untuk dilakukan pencampuran dengan biji kopi asal Vietnam lalu dikemas untuk diekspor ke negara lain. “Akhirnya, kualitas kopi asal Lampung yang diterima di negara luar menjadi berkurang karena sudah dioplos,” kata Juprius.

Penjabat Sekdaprov Lampung Fahrizal Darminto mendapat tugas dari Gubernur Lampung untuk melakukan tindakan cepat terkait maraknya impor kopi dari Vietnam masuk ke Lampung. Pemprov Lampung telah menyurati Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan untuk membatasi impor produk-produk yang akan mengganggu stabilitas harga produk pertanian di Lampung, salah satunya biji kopi produk petani Lampung.

“Kami akan selesaikan secara tuntas soal impor kopi tersebut. Jangan sampai petani kopi di Lampung produksinya sudah baik, tapi harga tetap rendah, karena melimpahkan kopi impor,” ujar mantan kepala Bappeda Lampung tersebut.

Sedangkan Syafnijal Datuk Sinaro, pemerhati kopi di Lampung menyatakan, Pemprov Lampung tidak hanya langsung menyalahkan adanya impor kopi asal Vietnam yang kualitasnya rendah dari kopi asal Lampung. Menurut dia, pemprov juga harus gencar memberikan pembinaan dan pelatihan kepada petani kopi di Lampung.

“Sekarang ini, kita lihat pembinaan atau pelatihan kepada petani kopi sudah sampai dimana. Jadi, hendaknya jangan langsung cepat menyalahkan impor. Kita harus lihat tanaman kopi petani perlu diremajakan, penyediaan pupuk, dan juga kualitasnya,” ujar Datuk yang pernah aktif dalam perkopian di Lampung.

Menurut dia, kalau petani kopi di Lampung terus dilakukan pembinaan, pendampingan, dan pelatihan, serta melakukan peremajaan tanaman kopi, maka hasil produksi kopinya akan semakin baik, dan harganya sudah tentu bersaing. Dengan sendirinya, impor kopi asal Vietnam yang kualitasnya sangat buruk tersebut akan hilang sendirinya.

Selama ini, produksi biji kopi petani di Lampung semakin berkurang, kualitas kopinya masih belum bisa diandalkan untuk diterima di negara tujuan ekspor kopi, karena tanaman kopi tua masih dipertahankan petani. Akibatnya, produksi menurun, kualitas berkurang, harganya pun menjadi jatuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement