REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) optimistis pabrik-pabrik yang beroperasi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) mampu memproduksi gula berkualitas. Langkah ini guna memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan, saat ini pabrik-pabrik gula di PTPN terus berupaya menggenjot jumlah produksi, agar mampu mencatatkan harga jual yang baik di pasaran.
"Pabrik Gula BUMN bisa dan mampu melakukan pengolahan gula mentah (raw sugar) menjadi gula kristal putih, beberapa pabrik gula yang kapasitas gilingnya masih idle bisa dipakai untuk menggiling raw sugar. Sudah dilakukan perhitungan oleh lembaga yang independen tentang kemampuan pabrik-pabrik tersebut," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (27/7).
Menurut dia, kemampuan produksi pabrik-pabrik menjadi perhatian utama karena berkaca dari tahun lalu, harga gula petani sangatlah rendah. Wahyu mengatakan harga lelang terbentuk jauh di bawah HPP yang diusulkan atau diharapkan petani.
"Kala itu pemerintah mengambil kebijakan bahwa semua gula petani dibeli oleh Bulog dengang harga yg disepakati sebesar Rp 9.700 net. Kemudian, karena petani harus menerima harga tersebut dengan nominal bersih, maka Bulog harus membeli Rp 10.000 per Kilogram yang sudah termasuk pajak," jelasnya.
Untuk itulah, agar hal serupa tak terjadi tahun ini, pemerintah menyarankan agar tahun giling 2019 menggunakan sistem beli tebu petani. Artinya, kata dia, tidak ada lagi sistem bagi hasil gula. "Ini bertujuan untuk menghilangkan dikotomi adanya gula milik petani dan gula milik pabrik," ujar dia.
Wahyu melanjutkan hipotesa sementara mengindikasikan harga gula tani yang rendah juga terjadi karena adanya permainan dalam impor gula mentah. Kebijakan impor ini sendiri sejauh ini masih di luar domain Kementerian BUMN. Menurut Wahyu, diduga jumlah raw sugar impor untuk dunia industri melebihi kebutuhan yang sesungguhnya.
"Sehingga gula untuk industri tersebut merembes ke pasar gula konsumsi, ketika menjadi gula rumah tangga, harganya pun sulit disaingi oleh gula dengan bahan baku dari petani," ucapnya.
Wahyu menambahkan, untuk menghindari hal serupa terjadi, BUMN juga sebenarnya bisa saja terlibat dalam melakukan impor gula mentah. Dia mengatakan, jika ijin impor diberikan maka BUMN baru boleh bergerak.
"Kami tidak bisa impor kalau tidak dapat ijin kuota impor. Adapun ijin ini direkomendasikan oleh Kementerian Perdagangan, lalu putusan impornya ada di Kemenko Perekonomian. Jika mereka ijinkan impor, maka boleh impor," ungkapnya.
Sementara Direktur Utama PTPN III Holding Dolly Pulungan menambahkan, gula mentah yang diperlukan untuk memenuhi masa giling 2019 mencapai 525 ribu ton. Dolly menyebut, PTPN III akan mengikuti instruksi pemerintah dalam penggunaan gula mentah yang dibutuhkan. Menurut dia, untuk mengisi margin yang masih kosong, gula mentah lokal ataupun impor bukan masalah.
"Itu nanti akan ditentukan oleh pak Menteri Perdagangan, kami siap saja karena yang penting produksi gula kami tetap bisa ikut menjaga harga gula stabil di pasaran dan juga PTPN III bisa mendapatkan keuntungan untuk melanjutkan produksi gula," katanya.