REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menyoroti kekeringan terhadap lahan pertanian yang terjadi saat ini di Indonesia. Ia menilai upaya pemerintah belum mampu menjangkau secara luas lahan pertanian yang terancam puso.
Henry mengapresiasi usaha pemerintah yang mempunyai beberapa program untuk mengatasi masalah kekeringan yaitu di antaranya pembuatan sumur bor, distribusi pompa air, dan pipanisasi untuk irigasi.
"Program ini di lapangan sudah cukup baik, hanya saja masih kurang banyak area yang bisa ter-cover. Ke depan butuh kebijakan yang lebih baik untuk menghadapi masalah kekeringan ini," katanya pada Republika.co.id, Rabu (24/7).
Ia mencontohkan kasus kekeringan di Gunung Kidul Yogyakarta menyebabkan sekitar 400 hektare sawah atau tanah pertanian terancam gagal panen. Padahal, menurutnya risiko kegagalan panen harusnya bisa ditangani oleh asuransi usaha tani, khususnya untuk tanaman pangan.
"Kebijakan lain yang diperlukan untuk penyelesaian dalam jangka panjang adalah dengan mengembangkan pertanian yang lebih ramah lingkungan melalui agroekologi," ujarnya.
Ia menjelaskan agroekologi sebagai sistem pertanian yang menyeluruh dan mempertimbangkan aspek lingkungan, kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat pertanian. Sistem pertanian tersebut tidak menggunakan benih produksi perusahaan, pupuk dan obat-obatan kimia, tetapi menggunakan benih petani, pupuk dan obat-obatan alami yang ada di sekitar tanah pertanian petani.
"Karena kekeringan yang selama ini terjadi pun juga merupakan dampak dari kerusakan lingkungan," ujarnya.