Rabu 24 Jul 2019 03:12 WIB

Bangun KEK di Pulau Jawa, Insentif Fiskal Perlu Dibedakan

Secara prinsip, pembangunan KEK harus mengutamakan luar Jawa.

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Friska Yolanda
Foto udara gerbang timur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Ahad (21/7/2019).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Foto udara gerbang timur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Ahad (21/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Pulau Jawa. Rencana tersebut seiring banyaknya inisiatif para kepala daerah untuk mendirikan KEK demi mendorong percepatan kegiatan perkonomian. 

Secara prinsip, pembangunan KEK harus mengutamakan luar Jawa. Sebab, salah satu tujuan dari KEK  untuk pemerataan ekonomi. Peneliti Ekonomi dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Latif Adam, menilai, pemerintah perlu membedakan sistem insentif antara KEK di Pulau Jawa dan Luar Jawa. 

Baca Juga

"Sistem insentif harus dimainkan antara Jawa dan Luar Jawa. Perlu ada varian," kata Latif saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/7). 

Ia menjelaskan, pelaku usaha yang ingin berinvestasi di KEK luar Jawa sepantasnya berhak menerima insentif yang lebih luas daripada investor di Jawa. Sebagai contoh, untuk insentif fiskal berupa libur pajak sementara atau tax holiday seharusnya bisa lebih lama bagi investor KEK di luar Jawa. Sementara, untuk insentif keringanan tarif pajak atau tax allowance bisa jauh lebih besar bagi mereka yang mau berbisnis di KEK luar Jawa. 

Perbedaan insentif, kata Latif, perlu dibedakan karena pada dasarnya Pulau Jawa telah memiliki ketersediaan infrastruktur yang lebih lengkap ketimbang luar Jawa. Itu sebabnya, dengan adanya perbedaan, investor diharapkan tidak serta merta memburu investasi di wilayah Jawa dan membuat aliran investasi jadi timpang. 

"Prinsipnya sah-sah saja kalau bangun KEK di Jawa. Tapi, kalau pemerintah berkomitmen menjadikan KEK sebagai instrumen distribusi pemerataaan ekonomi, maka harus mengatur insentif fiskalnya," kata dia. 

Latif mengatakan, secara umum masing-masing KEK memang memiliki kekhasan dan keunggulan. Artinya, investor tidak selalu memandang KEK secara kewilayahan. Meski demikian, insentif bagi investor jangan disamaratakan dengan tetap melihat kebutuhan dari masing-masing karakteristik KEK. 

"Tentu investor nantinya bisa lebih suka berinvestasi di Jawa kalau tidak ada varian insentif. Ini tidak sesuai dengan keinginan pemerataan ekonomi," ujarnya.

Ia mengakui, memang tidak mudah menahan para kepala daerah di Pulau Jawa untuk mendirikan KEK. Sebab, pada dasarnya kawasan khusus tersebut dibentuk atas inisiatif pemerintah daerah masing-masing.

Latif menyarankan, jika KEK di Pulau Jawa benar direalisasikan, pemerintah harus mengutamakan KEK sektor industri pengolahan berteknologi tinggi. Hal itu dinilai cukup sesuai dengan melihat perkembangan Pulau Jawa saat ini. Pulau Jawa memiliki kelengkapan infrastruktur transportasi sehingga distribusi komponen barang tak lagi menjadi hal sulit.

"Jawa memang bisa semuanya, tapi harus diarahkan ke sektor pengolahan yang high technology. Di luar Jawa, bisa diarahkan ke sektor industri yang mengoptimalkan hasil pertanian lokal serta pariwisata," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement