Selasa 23 Jul 2019 07:40 WIB

OJK Harap UU Perlindungan Data Segera Rampung

OJK tidak bisa memberantas fintech ilegal karena tidak terdapat dalam UU OJK.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Fintech (ilustrasi)
Foto: flicker.com
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap undang-undang perlindungan data pribadi digital segera dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini perlu mengingat perkembangan pesat ekosistem ekonomi digital di Indonesia.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, pihaknya terus mendorong berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam ekonomi digital, atau sharing economy. Namun, perkembangan industri 4.0 saat ini dapat mengorbankan perlindungan konsumen apabila tidak didukung oleh undang-undang.

Baca Juga

"Industri 4.0 itu fondasi dasarnya ekonomi digital, tanpa ekonomi digital tidak ada industri 4.0. Sedangkan jika bicara mengenai ekonomi digital, isu utamanya adalah potensi penyalahgunaan data pribadi digital," ujar Hendrikus Passagi saat ditemui di Jakarta, Senin (22/7).

Dalam pengembangan ekosistem ekonomi digital, sejauh ini OJK tidak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi ataupun efek jera bagi para pelaku kriminal dalam ekonomi digital seperti fintech. Saat ini, terdapat hampir 1.000 fintech ilegal di Indonesia, dan OJK tidak bisa memberlakukan sanksi hukum karena tidak terdapat dalam undang-undang mengenai tugas dan wewenang OJK.

OJK sebagai pengawas industri keuangan, juga didukung oleh undang-undang yang membawahi masing-masing industri, seperti UU Perbankan, UU Perasuransian, dan UU Pasar Modal. Untuk industri teknologi finansial (fintech), OJK memerlukan dukungan dari undang-undang juga, yang secara khusus mengatur perlindungan data pribadi digital.

Meskipun sudah terdapat UU Kependudukan, regulasi tersebut dinilai masih belum komprehensif mengatur tentang perlindungan data konsumen, khususnya digital. Perlindungan data pribadi, kata Hendrikus, harus dilihat secara komprehensif, mulai dari bagaimana mengumpulkan data tersebut, klasifikasi, pengelolaan, distribusi, proteksi, hingga bagaimana memperbaikinya apabila mengalami kerusakan. 

"Karena orang yang berniat jahat mereka melihat ini sebagai satu peluang, bisa jadi tambang data digital. Harus diatur secara komprehensif," kata Hendrikus.

Menurut Hendrikus, dengan adanya UU mengenai perlindungan data digital, pihak- pihak yang mencuri data pribadi harus menyediakan fasilitas bagi konsumen untuk menghapus data tersebut.

"Semudah dia mengambil data Anda, semudah itu juga dia beri Anda fasilitas untuk hapus data Anda. Jangan lagi tunggu keputusan pengadilan, karena data Anda sudah kemana-mana," ujarnya.

Untuk mempermudah proses pembentukan undang-undang tersebut, kata Hendrikus, OJK siap memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR. Dia berharap undang-undang ini segera diprioritaskan, karena penetrasi infrastruktur internet dan digital yang sangat pesat di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement