REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah mencari cara untuk dapat membatasi serbuan barang-barang impor yang masuk ke Indonesia melalui pemesana via toko daring atau marketplace. Pembatasan tersebut dinilai penting untuk mendorong iklim persaingan usaha yang setara antara barang lokal dan impor.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Tjahja Widayanti, menyampaikan, skema yang sementara menjadi opsi yakni melalui perpajakan maupun bea masuk.
"Bisa saja itu. Ini baru didiskusikan saja. Kita menyiapkan jangan sampai kebanjiran barang impor yang masuk begitu saja," kata Tjahya usai mengikuti Rapat Koordinasi E-Commmerce di Kemenko Perekonomian, Rabu (17/7).
Ia menjelaskan, pemerintah berkewajiban untuk memberikan iklim usaha yang setara di dalam negeri. Hal itu, agar sektor perdagangan barang dan jasa tidak saling mematikan.
Meski demikian, Tjahya menyebut, berdasarkan data yang dimiliki pemerintah saat ini, barang impor yang masuk lewat marketplace tidak lebih dari 5 persen dari total seluruh transaksi e-commerce di Indonesia. Tetapi di sisi lain, pemerintah menduga terdapat kecenderungan kenaikan barang impor seiring masifnya penggunaan marketplace.
"Ya, intinya kan kita menjaga jangan sampai, ada kecenderungan barang impor selalu meningkat. Itu sebabnya kita harus buat rambu-rambu," ujar dia.
Karena itu, lanjut Tjahya, pemerintah masih terus berkoordinasi intensif dengan para pelaku usaha marketplace di Indonesia untuk menyediakan data transaksi secara detail. Mereka, kata dia, harus bersedia menyiapkan data untuk diketahui secara transparan.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dalam hal pengawasan lalu lintas barang antar negara. Pemerintah, kata Tjahya, juga masih mempelajari strategi kebijakan yang dilakukan negara lain dalam membendung serbuan barang impor akibat perkembangan toko daring.