REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen garam pelat merah, PT Garam menargetkan dua pabrik baru di Gresik, Jawa Timur dan Sampang, Madura beroperasi penuh pada bulan September mendatang. Dua pabrik tersebut yang digadang-gadang sebagai penyerap dan pengolah garam petambak agar kualitas meningkat dan dapat diterima sektor industri.
Direktur Operasional PT Garam, Hartono, mengatakan, khusus pabrik garam di Gresik, telah mulai beroperasi sejak awal tahun. Namun, kapasitas produksi baru mampu mencapai 3 ton per jam dari target produksi 5 ton per jam.
Karena belum tercapainya target, mayoritas bahan baku untuk pengolahan masih bersumber dari garam yang diproduksi sendiri oleh PT Garam. "Pabrik Gresik sudah kita operasikan dua shift, sambil terus kita cari solusi supaya dia bisa meningkatkan produksi. Analisa awal memang perlu tambahan mesin," kata Hartono kepada Republika.co.id, Rabu (10/7).
Kendati demikian, hasil olahan garam dari pabrik tersebut sudah bisa diterima pasar, termasuk industri aneka pangan. Rata-rata volume produksi sehari sekitar 20-24 ton. Hartono mengatakan, jika pabrik sudah dapat beropasi sesuai perencanaan, porsi penggunaan garam petambak akan ditingkatkan. Hal itu sekaligus sebagai upaya stabilisasi harga garam.
Sementara itu untuk pabrik Sampang, Hartono menjelaskan sampai saat ini masih dalam proses finalisasi konstruksi. Pembangunan pabrik tersebut turut melibatkan perusahaan asal Spanyol dan direncanakan kapasitas produksi mencapai 10 ton per jam. Serupa dengan Pabrik di Gresik, Hartono mengatakan, pabrik tersebut akan mulai diuji coba pada akhir September atau awal Oktober mendatang.
Ia mengungkapkan, pembangunan pabrik di gresik menelan investasi murni dari keuangan perusahaan sebesar Rp 13,2 miliar. Biaya pembangunan itu relatif kecil karena pabrik Gresik merupakan pemindahan pabrik milik PT Garam yang sebelumnya berada di Cirebon. Gresik dipilih sebagai lokasi baru karen lebih dekat dengan sentra pergaraman petambak.
Adapun biaya pembangunan pabrik garam di Sampang, pembiayaannya diberikan oleh APBN sebesar Rp 59 miliar. "Biaya besar karena memang membangun dari awal dan kapasitas produksinya juga lebih tinggi," kata dia.
Dibangunnya dua pabrik itu akan menjadi bagian dari industrialisasi pergaraman nasional seperti yang diminta oleh Kementerian BUMN. Hartono mengatakan, PT Garam akan benar-benar mengandalkan dua pabrik tersebut untuk menyerap garam rakyat dan mengolahnya menjadi garam yang memiliki kualitas tinggi. "Kita buktikan, selain bisa serap garam, ternyata juga bisa kita olah. Ini juga untuk mengendalikan tata niaga impor garam supaya benar," katanya menambahkan.
Di luar dari pembangunan dua pabrik itu, Hartono mengatakan PT Garam juga tengah bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk pembangunan pabrik garam berkapasitas 40 ton per tahun di Kecamatan Manyar, Gresik. Menurutnya, biaya pembangunan seluruhnya ditanggung oleh BPPT. Sementara, PT Garam menyediakan lahan.
"Nanti kita pakai bagi hasil sekian persen. Tapi pada akhirnya, pendapatan dari operasional pabrik akan digunakan untuk penelian pengembangan pabrik garam yang lebih baik," ujarnya.
Adapun pada tahun depan, Hartono menyampaikan, PT Garam juga berencana kembali memulai pembangunan pabrik garam dengan kerja sama pihak swasta. Menurut dia, pada setiap sentra garam diperluka pabrik pengolahan meski dengan kapasitas hanya 2-3 ton per jam.
Hartono pun menyebut, untuk memperkuat industrialisasi garam, Penyertaan Modal Negara (PMN) amat diperlukan. Selain itu, perseroan butuh penugasan secara legal agar posisi PT Garam dapat lebih kuat dalam rangka stabiliasi harga garam rakyat. "PMN sangat diperlukan kalau pemerintah ingin ikut andil. Lalu, harus ada PSO penyerapan garam," ujar dia.