Jumat 05 Jul 2019 04:20 WIB

Ekonomi Berkelanjutan di Perbatasan Perlu Diperhatikan

Pemerintah harus pastikan infrastruktur dan SDM sudah mumpuni.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Anggota Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste dari Satuan Yonif Raider 408/Suhbrastha bersama Polres Belu berpatroli di daerah perbatasan Pos Salore Desa Salore, Kabupaten Belu, NTT Selasa, (19/3/2019).
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Anggota Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste dari Satuan Yonif Raider 408/Suhbrastha bersama Polres Belu berpatroli di daerah perbatasan Pos Salore Desa Salore, Kabupaten Belu, NTT Selasa, (19/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wacana mendirikan toko serba ada (toserba) di wilayah perbatasan oleh pemerintah disambut baik sejumlah kalangan. Kendati demikian, dengan bea masuk nol persen dari transaksi yang berjalan nanti, Indonesia dinilai perlu mempersiapkan kapasitas infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) ketika head to head dengan negara tetangga yang lebih mapan secara ekonomi.

Pengamat Perdagangan Internasional dari Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan, wacana tersebut di satu sisi memang sangat baik. Mengingat, nantinya, akan ada transaksi yang meningkat di lingkup domestik perbatasan yang berkolerasi terhadap penguatan rupiah. Kendati demikian, dia menyebut, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek keberlanjutan ekonomi perbatasan.

“Harus ada keberlanjutan ekonomi, maka pemerintah harus pastikan infrastruktur dan SDM kita sudah mumpuni,” kata Fithra saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (4/7).

Menurut Fithra, dengan kultur ekonomi masyarakat perbatasan yang lemah, hal itu dapat saja menimbulkan kesenjangan kultur ekonomi dengan masyarakat di negara-negara tetangga yang relatif lebih maju, yakni Malaysia dan Brunei Darussalam. Kendati demikian menurutnya, dengan adanya toserba yang bebas pajak tersebut, Indonesia dapat memanfaatkan peluang mengalirnya produk-produk dalam negeri ke luar dengan legal.

Karena sebagaimana diketahui, Fithra menjabarkan, disparitas harga antara wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga menjadi salah satu pemicu maraknya transaksi ilegal. Untuk itu, adanya toserba bebas pajak diharapkan dapat menurunkan penyelewengan transaksi gelap yang kerap terjadi di perbatasan.

Di sisi lain, menurut Fithra, aspek keberlanjutan ekonomi perlu digencarkan pemerintah. Terutama, mengenai suplai produk yang bakal dipasarkan di tiap-tiap toserba. Tantangannya, selain infrastruktur di wilayah perbatasan belum semua merata dan laik, pemerintah juga belum melakukan pembinaan ekonomi dan bisnis terhadap masyarakat di wilayah perbatasan.

“Kita berharap ada arus transaksi yang besar, untuk itu kapasitas SDM kita juga perlu ditingkatkan. Misalnya dengan pemberian vokasi dan lain sebagainya,” kata dia.

Seperti diketahui, pendirian toserba dan Pusat Logistik Berikat (PLB) di kawasan perbatasan ditujukan untuk mempermudah penyediaan kebutuhan barang pokok masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan. Wacana tersebut digulirkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, saat ini terdapat 187 kecamatan yang masuk ke dalam wilayah perbatasan darat maupun laut. Khusus untuk perbatasan darat, Indonesia berbatasan langsung dengan sejumlah negara antara lain Malaysia, Timor Leste, Brunei Darussalam, dan Papua Nugini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement