REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua mencapai 5,02 hingga 5,13 persen. Angka ini menurun signifikan dibanding dengan pencapaian realisasi periode yang sama pada tahun lalu, yakni 5,27 persen.
Dengan proyeksi tersebut, Sri menjelaskan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun diperkirakan akan meleset dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, yakni 5,3 persen. "Kita buat outlook untuk tahun 2019 keseluruhan adalah 5,2 persen, atau lebih rendah 0,1 persen dari APBN," ucapnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/7).
Proyeksi pada kuartal kedua tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi kuartal pertama tahun ini, 5,07 persen. Penyebabnya, pertumbuhan konsumsi yang diperkirakan mengalami perbaikan melalui bantuan sosial kepada masyarakat menengah ke bawah. Begitupun dengan pertumbuhan investasi yang diprediksi membaik setelah masa pemilu usai.
Tidak hanya pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi juga diperkirakan meleset. Sri mengatakan, dengan realisasi tingkat inflasi 2,48 persen sampai akhir kuartal pertama, outlook hingga akhir tahun adalah 3,12 persen. Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan target di APBN 2019, yakni 3,5 persen.
Sementara itu, kondisi membaik terjadi pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sampai akhir Mei, nilai tukarnya adalah Rp 14.270 per dolar AS dan outlook keseluruhan sampai akhir 2019 diperkirakan mencapai Rp 14.250 per dolar AS. "Lebih kuat dari asumsi awal di Rp 15.000 (per dolar AS)," kata Sri.
Asumsi makro yang meleset juga terjadi pada suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Hingga kuartal pertama, nilainya adalah 5,8 persen dengan outlook sampai akhir tahun adalah 5,6 persen. Sri mengatakan, seiring dengan dinamika kenaikan suku bunga global dan nilai tukar, pemerintah mendapatkan tekanan pada subung, sehingga nilainya lebih tinggi dari proyeksi awal di APBN 2019, yakni 5,3 persen.
Meski sejumlah asumsi makro telah meleset, pemerintah belum berencana melakukan APBN perubahan. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menilai, pemerintah belum menilai urgensi tersebut. Pemerintah setidaknya akan memantau kinerja sampai akhir semester pertama untuk mempelajari apakah APBN Perubahan perlu dilakukan atau tidak.
Askolani menjelaskan, sampai saat ini pemerintah terus memantau pelaksanaan APBN 2019 secara konsisten yang akan menentukan arahan dari kebijakan apakah ada perubahan atau tidak. "Dalam satu bulan ke depan, pemerintah akan sampaikan kinerja semester satu dan outlook 2019 terlebih dahulu," tuturnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).
Posisi outlook ini juga dapat dilihat lebih dalam apakah terjadi perubahan secara signifikan atau tidak yang dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan perubahan terhadap APBN P.