Selasa 02 Jul 2019 06:02 WIB

Pemerintah Optimistis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai

Usai pemilu, investor diperkirakan akan kembali masuk ke Indonesia.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2019 melandai akibat kinerja ekspor yang turun.
Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara
Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2019 melandai akibat kinerja ekspor yang turun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan mencapai target, yakni 5,3 persen. Optimisme tersebut disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir seiring dengan berbagai kebijakan yang sudah dibuat untuk menarik investasi. 

Salah satu kebijakan yang disebutkan Iskandar adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86 Tahun 2019 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Regulasi ini membebaskan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) bagi hunian mewah yang nilainya di bawah Rp 30 miliar.

"Relaksasi ini dapat menggairahkan investasi sektor properti," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (1/7).

Selain itu, Iskandar menambahkan, optimisme terhadap pertumbuhan investasi seiring dengan masa pemilu yang sudah usai. Bahkan, baru saja dilaksanakan penetapan presiden dan wakil presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum yang akan meningkatkan kepastian pada calon investor baru maupun eksisting. 

Selama ini, Iskandar menilai, tingkat pertumbuhan investasi masih tertahan bukan karena faktor daya tarik Indonesia yang berkurang. Tapi, hanya karena euforia pemilu yang menyebabkan investor cenderung wait and see.

Iskandar menjelaskan, hal tersebut tercermin dari investasi yang sudah disetujui mendapatkan tax holiday sebesar Rp 290,6 triliun. "Mereka belum merealisasikan karena menunggu hasil pemilu," katanya. 

Sisi konsumsi juga terus menjadi perhatian. Iskandar menyebutkan, pemerintah juga kerap memberikan stimulus fiskal dan mempertahankan maupun meningkatkan daya beli 40 persen masyarakat terbawah. Hal ini akan berdampak pada peningkatan konsumsi yang kini masih menjadi pendorong terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Iskandar mengakui, kinerja ekspor masih menjadi tantangan terbesar Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Khususnya di kondisi perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina yang mungkin saja berlanjut di kuartal berikutnya.

Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, pemerintah telah mengidentifikasi peluang ekspor barang ke AS yang semula diisi produk Cina. Di sisi lain, upaya pembatasan impor juga terus dilakukan, terutama terhadap barang konsumsi dan barang yang dapat diproduksi dalam negeri. "Tapi barang modal tidak direm agar perputaran roda ekonomi dapat lanjut dengan manufaktur," tutur Iskandar. 

Sebelumnya, Bank Indonesia Dunia (World Bank/WB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari yang semula 5,2 persen menjadi 5,1 persen. Hal ini disampaikan dalam laporan kuartalan Bank Dunia yang dirilis pada Senin (1/7). 

Dalam laporan Bank Dunia, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia didorong oleh beberapa faktor. Salah satunya pelemahan harga komoditas andalan ekspor Indonesia di tahun ini dibanding dengan tahun sebelumnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement