Senin 01 Jul 2019 16:57 WIB

Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi, BPS Tetap Optimistis

Optimisme hadir seiring dengan rangkaian kebijakan untuk mendorong konsumsi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kepala Badan Pusat Stastistik (BPS), Suhariyanto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala Badan Pusat Stastistik (BPS), Suhariyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, pemerintah tetap optimistis mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3 persen pada tahun ini. Keyakinan tersebut disampaikan di tengah penurunan proyeksi dari Bank Indonesia Dunia (World Bank/WB) dari yang semula 5,2 persen menjadi 5,1 persen. 

Hal ini disampaikan dalam laporan kuartalan Bank Dunia yang dirilis pada Senin (1/7). Suhariyanto menjelaskan, optimisme tersebut seiring dengan rangkaian kebijakan pemerintah untuk mendorong kinerja konsumsi yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, kebijakan pembatasan impor dan memperluas ekspansi ekspor juga terus dilakukan.

Baca Juga

"Tetap optimistis. Agustus (bulan rilis pertumbuhan ekonomi kuartal kedua) mudah-mudahan bagus," katanya di kantornya, Jakarta, Senin (1/7). 

Suhariyanto mengakui, faktor eksternal memang masih menjadi tantangan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, perlambatan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara turut berdampak pada kemampuan mereka untuk membeli barang dan komoditas asal Indonesia. Efeknya, kinerja ekspor yang merupakan salah satu komponen pertumbuhan ekonomi Indonesia turut ‘tertarik ke bawah’. 

Ketika ekspor melambat, Suhariyanto menambahkan, akan membuat pertumbuhan sektor industri juga melambat. Tidak hanya dalam bentuk barang, juga jasa seperti pariwisata. "Jadi, dampak dari eksternal akan mengalir ke berbagai sudut," tuturnya.

Dalam laporan Bank Dunia, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia didorong oleh beberapa faktor. Salah satunya pelemahan harga komoditas andalan ekspor Indonesia di tahun ini dibanding dengan tahun sebelumnya. Misalnya, logam dasar yang turun selama dua kuartal berturut-turut dibanding dengan tahun sebelumnya, yakni 12 persen pada kuartal pertama dan sembilan persen pada kuartal kedua.

Kondisi tersebut memberikan efek pada penurunan nilai ekspor, meskipun secara jumlah mengalami peningkatan. Misalnya saja ekspor batubara dan minyak sawit yang mengalami peningkatan volume ekspor 10,5 persen dan 9,8 persen secara yoy. Tapi, karena harga masing-masing melemah tujuh persen dan 17 persen, pertumbuhan nilai ekspor keduanya tercatat negatif 10 persen yoy.

Tidak hanya ekspor, pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga tercatat melambat lima persen di kuartal pertama tahun ini, sedangkan pada kuartal keempat tahun 2018 mencapai 5,1 persen. Penyebabnya, penurunan konsumsi jasa seperti komunikasi, transportasi dan juga konsumsi hotel maupun restoran. Penurunan ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi, di mana kontribusi konsumsi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 56,82 persen. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement