Senin 01 Jul 2019 15:42 WIB

Daya Beli Petani Menurun 0,28 Persen

Kenaikan daya beli petani tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Petani memikul hasil panen rumput laut di Dusun Gerupuk, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (18/9). Harga jual rumput laut kering di tingkat petani naik karena permintaan meningkat dari sebelumnya Rp8.000 per kg naik menjadi Rp16.000 per kg.
Foto: Ahmad Subaidi/Antara
Petani memikul hasil panen rumput laut di Dusun Gerupuk, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (18/9). Harga jual rumput laut kering di tingkat petani naik karena permintaan meningkat dari sebelumnya Rp8.000 per kg naik menjadi Rp16.000 per kg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Juni 2019 menyentuh 102,33 atau turun 0,28 persen dibanding dengan bulan sebelumnya. Penurunan NTP disebabkan oleh Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,5 persen, lebih rendah dibanding dengan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,43 persen. Atau, kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian. 

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjelaskan, penurunan NTP bulan lalu dipengaruhi turunnya NTP di dua subsektor pertanian. Pertama, NTP Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,22 persen dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 1,47 persen. 

Baca Juga

Sementara itu, tiga subsektor pertanian lainnya mengalami kenaikan, yaitu NTP Subsektor Tanaman Hortikultura, Subsektor Peternakan dan Subsektor Perikanan. "Masing-masing naik 0,31 persen, 0,20 persen dan 0,12 persen," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (1/7).

BPS mencatat, kenaikan NTP tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yakni 1,43 persen. Penyebabnya adalah kenaikan pada Subsektor Tanaman Pangan, terutama komoditas gabah yang naik 2,11 persen. Sebaliknya, NTP Provinsi Riau mengalami penurunan terbesar dibandingkan daerah lain, yaitu 3,12 persen. Hal ini dikarenakan penurunan pada Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat terutama kelapa sawit, yaitu hingga 13,40 persen. 

Suhariyanto menjelaskan, NTP merupakan perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP adalah salah satu indikator untuk melihat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan sekaligus menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. "Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula daya beli petani," katanya. 

Sebelumnya, NTP nasional pada Mei sebesar 102,61 atau naik 0,38 persen dibanding dengan NTP April 2019. Kenaikan NTP dikarenakan indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani, yakni 0,48 persen. Suhariyanto mengatakan, pola ini sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu setelah ada panen raya.

Dilihat dari subsektor, hampir seluruhnya mengalami peningkatan pada Mei, kecuali tanaman pangan. NTP tanaman hortikultura naik 1,42 persen, sementara tanaman perkebunan 0,43 persen, peternakan 0,83 persen dan perikanan 0,37 persen. Di sisi lain, subsektor tanaman pangan turun 0,55 persen. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement