REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy menuturkan, pihaknya sudah melakukan berbagai antisipasi untuk mengatasi kekeringan. Di antaranya membangun pompa air untuk menyedot air dari sungai atau sumber mata air lain dan mengalirkannya ke lahan pertanian, khususnya lahan yang terletak di daerah dengan potensi kekeringan tinggi.
Selama tiga tahun, Sarwo menjelaskan, pemerintah melalui Kementan sudah membangun infrastruktur air seluas 3 juta hektare. Pembangunan tersebut dilakukan secara intensif sejak 2015 hingga tahun ini yang mampu. Menurutnya, infrastruktur ini dapat meminimalisir dampak kekeringan di areal pertanian.
"Setidaknya 3,1 juta hektare lahan dapat merasakan dampaknya," ucapnya saat dihubungi Republika, Selasa (25/6).
Menurut Sarwo, total lahan tersebut sudah mengalami peningkatan indeks pertanaman (IP) 0,5 poin. Dampaknya, peningkatan produksi di lahan sebanyak 8,21 juta ton.
Tidak hanya itu, Sarwo menambahkan, Kementan juga sudah menurunkan tim khusus penanganan kekeringan di wilayah sentra produksi padi. Mereka bertugas melakukan koordinasi dengan pihak terkait, termasuk pemerintah daerah setempat dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Mereka akan bekerja sama untuk memetakan potensi permasalahan kekeringan di sejumlah daerah dan menyiapkan solusi berupa 'penggelontoran' air dari bendungan. Sebab, menurut Sarwo, salah satu penyebab kekeringan di lahan-lahan pertanian adalah sistem pengaliran air yang terhambat.
Tindakan lain yang dikerjakan pemerintah adalah memfasilitasi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Asuransi ini memungkinkan petani mendapatkan ganti rugi apabila terdampak musibah kekeringan maupun banjir. "Fasilitas ini supaya tidak mengganggu produksi pangan nasional nantinya," ucap Sarwo.
Untuk mendapatkan AUTP, Sarwo menyebutkan, petani cukup membayar premi Rp 36 ribu per hektare per musim. Tarif tersebut dinilainya dapat dijangkau oleh para petani. Mereka bisa mendapatkan ganti hingga Rp 6 juta per hektar apabila sawahnya mengalami salah satu dari kondisi berikut, yakni terkena dampak kekeringan, banjir atau serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Menurut catatan Kementan, jumlah petani yang terdaftar sebagai peserta AUTP terus menunjukkan tren positif sejak dua tahun terakhir. Pada 2017, luas lahan yang didaftarkan petani mengikuti AUTP adalah 997.961 ha dengan klaim kerugian tercatat 25.028 ha. "Tahun 2019 ini, kami targetkan lahan yang mengikuti (AUTP) 1 juta ha," kata Sarwo.