REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, kondisi aktivitas perekonomian dalam negeri masih cukup baik. Salah satunya terlihat dari indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang tercatat 51,6 pada Mei 2019. Kondisi ini membaik dibanding dengan April, yaitu sebesar 50,4.
Sri menuturkan, angka di atas 50 menunjukkan masih terjadi ekspansi. Kondisi PMI yang naik sekitar 1,2 poin itu memperlihatkan bahwa produksi dalam negeri masih terjaga dengan baik.
"Terutama pada sektor manufaktur," ujarnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).
Indikator lain yang disebutkan Sri adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Mei 2019 yang mencapai 128,2. Nilai tersebut sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 128,1. Meski hanya naik 0,1 poin, Sri menilainya sebagai suatu pertanda positif.
Peningkatan optimisme ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, persepsi positif terhadap ketersediaan lapangan kerja dan pembelian barang tahan lama.
Kedua, persepsi terhadap penghasilan yang kini juga turut meningkat seiring penerimaan THR dan meningkatnya pendapatan usaha. Secara wilayah, IKK tertinggi terjadi di Pontianak dan Bandar Lampung.
Sri menuturkan, dirinya belum mengetahui penyebab dari kondisi tersebut. "Tapi, kemungkinan, nilai IKK tinggi di Pontianak disebabkan isu pemindahan ibu kota," katanya.
Indeks Penjualan Riil juga menunjukkan pertumbuhan sehat dengan tumbuh 9 persen secara year on year. Tren ini terjadi seiring dengan peningkatan permintaan pada Ramadhan. Khususnya terjadi pada kelompok barang budaya dan rekreasi, makanan, minuman dan tembakau serta subkelompok sandang.
Terakhir, indikator yang juga menunjukkan perbaikan terhadap kondisi ekonomi adalah Indeks Tendensi Bisnis (ITB). Sri memproyeksikan, perkiraan ITB meningkat pada kuartal kedua yang mengindikasikan meningkatnya optimisme pelaku bisnis. “"ni menunjukkan suatu tren positif," tuturnya.
Kondisi perekonomian yang positif tersebut berdampak terhadap penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini ditunjang dengan siklus kegiatan bisnis yang dipengaruhi faktor musiman, yakni Lebaran.
Secara umum, pelaksanaan APBN sampai Mei 2019 dinilai Mei cukup baik. Penerimaan Negara tumbuh sebesar 6,2 persen lebih baik dibanding dengan pertumbuhan hingga bulan April sebesar 4,7 persen.
Dari penerimaan perpajakan, tumbuh sebesar 5,7 persen sampai akhir Mei. Kondisi ini juga lebih baik dibanding dengan April lalu yang tumbuh 4,7 persen. "Ini menjadi strong momentum," kata Sri.
Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pertumbuhannya terekam 8,7 persen yang membaik dibandingkan April. Saat itu, aspek ini justru mengalami kontraksi atau negatif 14,8 persen. Sri menilai tren ini sebagai kondisi pembalikan yang cukup besar.
Di sisi lain, penyerapan belanja negara sampai dengan akhir Mei tumbuh 9,8 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. Ini juga suatu tingkat belanja yang baik dibandingkan posisi Mei tahun lalu, di mana hanya 7,9 persen. Apabila dibanding dengan April 2019 yang tumbuh 8,4 persen, tingkat penyerapan Mei ini juga lebih tinggi.
Dengan kondisi yang positif pada penerimaan dan belanja, realisasi defisit APBN sampai akhir Mei adalah Rp 127,45 triliun atau 0,78 persen terhadap PDB. Keseimbangan primer mencapai negatif Rp 400 miliar.
Terakhir, posisi utang pemerintah masih pada level di bawah 30 persen, yakni 29,72 persen. "Artinya, masih terjaga dengan aman," ujar Sri.
Dengan kondisi tersebut, Sri menjelaskan, pemerintah berharap perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga dan keempat akan terjaga lebih baik dibandingkan suasana pada kuartal pertama.
Tidak hanya itu, Sri menambahkan, upaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat juga terus dilakukan. Hal ini tercermin dari sisi bantuan sosial, di mana realisasi Program Keluarga Harapan (PKH) sampai Mei 2019 mencapai Rp 19,7 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni Rp 17 triliun.