Rabu 19 Jun 2019 18:18 WIB

APKI: Tak Ada Penyalahgunaan Izin Impor Kertas

Saat mengimpor kertas bekas, keberadaan bahan lain selain kertas tak bisa dhindari

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor Impor (ilustrasi)
Foto: Republika
Ekspor Impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berdasarkan pengakuan pengepul sampah dan temuan beberapa kontainer milik pabrik kertas yang berisi muatan sampah impor, Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) membantah adanya industri kertas yang melakukan penyalahgunaan izin impor kertas. Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida mengatakan, sebagai importir kertas bekas, anggota APKI tidak menginginkan keberadaan kandungan bahan lain selain kertas.

Adapun kandungan bahan lain tersebut meliputi plastik, logam, tekstil, dan lainnya dalam importasi kertas yang masuk ke dalam negeri. Kendati demikian, kata dia, karena waste paper merupakan barang hasil pengumpulan atau koleksi yang berasal dari berbagai lokasi, maka keberadaan bahan lain selain kertas di dalamnya tidak dapat dihindari.

Baca Juga

“Berbagai lokasi itu kan dari industri, komersial, organisasi, dan residential ya. Jumlah kandungan lain selain kertas itu juga tetap disesuaikan dengan standar ISRI (Institute of Scrap Recycling Industries),” kata Liana saat dihubungi Republika, Rabu (19/6).

Dia menjelaskan, impor waste paper yang dilakukan industri kertas sudah berjalan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2016 tentang ketentuan impor limbah non B3. Berdasarkan standar yang dianut ISRI, terdapat sejumlah definisi jenis waste paper yang diimpor. Definisi tersebut terbagi menjadi empat kode.

Pertama, jenis 4707.10.00 OCC merupakan kertas atau kertas karton kraft tidak dikelantang atau kertas bergelombang. Kedua, jenis 4707.20.00 SWL yang merupakan kertas atau kertas karton lannya yang dibuat dari pulpkimia yang dikelantang tidak diwarnai keseluruhannya.

Ketiga, jenis 4707.30.00 ONP merupakan kertas atau kertas karton yang dibuat terutama dari pulp mekanik seperti koran, jurnal, dan barang cetak sejenisnya. Dan yang terakhir, jenis 4707.90.00 mixed paper merupakan kumpulan lain-lain yang termasuk sisa dan scrap tidak disortir.

Sementara itu, kata dia, berdasarkan definisi sisa yang dianut dalam beleid Permendag Nomor 31 Tahun 2016 adalah produk yang belum habis terpakai dalam proses produksi atau barang. Sehingga, mengacu aturan tersebut, barang tersebut masih dikategorikan mempunyai karakteristik yang sama namun fungsinya telah berubah dari barang aslinya.

“Kalau scrap, itu barang yang terdiri dari komponen-komponen yang sejenis dan tidak. Jenisnya sudah terurai dan bentuk asli serta fungsinya sudah tidak sama dengan barang aslinya,” kata dia.

Dia menambahkan, jika ada pelanggaran maupun penyelewengan izin impor kertas, yang bersangkutan akan diberikan sanksi sesuai dengan yang termaktub dalam beleid tersebut. Sanksi dapat berupa pembekuan atau pencabutan perizinan impor (PI).

Dalam beleid tersebut dijabarkan, PI limbah non B3 akan dicabut apabila perusahaan melanggar ketentuan memindahtangankan dan memperdagangkan limbah non B3 kepada pihak lain, tidak melaksanakan kewajiban mengolah sendiri limbah non B3 yang diimpor, tidak melaksanakan reekspor apabila terdapat kandungan limbah B3, mengubah atau menambah isi yang tercantum dalam PI, dan mengubah atau menambah isi yang tercantum dalam surat pernyataan dari eksportir limbah non B3 atas surat pernyataan importir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement