Rabu 19 Jun 2019 12:50 WIB

PwC: Minat Investor Berinvestasi di Pertambangan Turun

PwC mencatat pendapatan 40 perusahaan tambang di Indonesia pada 2018 meningkat

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Riset Mining dan Metals, PwC Indonesia, mencatat bahwa sepanjang 2018 kemarin perusahaan tambang menorehkan banyak prestasi gemilang melalui laporan keuangan dan produktifitas produksi. Sayangnya, laporan keuangan yang moncer tidak serta merta menarik perhatian para investor untuk bisa meletakan investasi di sektor pertambangan ini.

PwC’s Global Mining and Metals leader, Jock O’Callaghan menilai perusahaan tambang masih perlu kerja keras untuk bisa menunjukan kinerja keuangan yang lebih baik. Konsistensi dan keberlanjutan menjadi kunci penting dari proses ini.

Baca Juga

"Kami percaya bahwa pasar memiliki keraguan tentang kemampuan industri pertambangan untuk merespons risiko dan ketidakpastian dari dunia yang berubah. Dengan neraca dan arus kas yang kuat, sekarang saatnya bagi Top 40 untuk mengatasi masalah tersebut," ujar Jock O'Callaghan melalui keterangan tertulisnya, Rabu (19/6).

PwC mencatat 40 perusahaan tambang di Indonesia sepanjang 2018 kemarin rata rata meraup pendapatan naik sebesar 8 persen. Sedangkan EBITDA juga berada pada posisi 4 persen. Deviden yang dibagikan kepada pemegang saham juga naik 13 persen.

Sayangnya, hal ni tidak didukung dengan dorongan suntikan modal dari investor, karena tercatat valuasi pasar para 40 perusahaan tambang mengalami penurunan sebesar 18 persen.

Penasihat Energi & Sumber Daya Utilitas PwC Indonesia, Sacha Winzenried menilai untuk bisa memperbaiki citra perusahaan tambang di mata investor perlu ada pertumbuhan produk tambang akhir yang dekat dengan masyarakat. Maka, hilirisasi menjadi hal yang sangat penting bagi pertumbuhan perusahaan tambang.

"Penambang harus meningkatkan produksi untuk menjaga pasokan komoditas yang ekonomis. Untuk melakukan ini, mereka harus menjadi lebih berpusat pada konsumen dan lebih memahami merek. Karena tidak ada yang nyata alternatif untuk pasokan utama komoditas penting ini," ujar Sacha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement