REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan selama ini Bea Cukai sudah melakukan prosedur pemeriksaan dan pengawasan terkait ekspor nikel.
Heru menjelaskan dalam proses ekspor, sebelum kapal berangkat, ada mekanisme yang perlu dilakukan di Bea Cukai, yaitu melakukan pemeriksaan dokumen ekspor dan memastikan nikel ore yang diekspor sesuai dengan ketentuan kuota yang berlaku.
"Kita selalu melakukan pengecekan dokumen fisik lah tentu saja. Yang ada di kami ya sesuai dengan kuota. Sudah kami cek," ujar Heru di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (31/10).
Heru pun menjelaskan informasi yang diterima oleh pemerintah memang ada pembengkakan kuota ekspor melebihi dari seharusnya. Menegani hal tersebut, Heru menjelaskan pihaknya sedang melakukan pendalaman.
"Kami sedang melakukan pendalaman ya. Itu kan informasi intelejen ya. Kami sedang melakukan pendalaman. Hari ini rapat lagi kok," ujar Heru.
Ia juga memastikan bahwa apabila ada pihak pihak yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen serta melakukan ekspor bijih nikel diluar dari kuota maka akan ditindak sesuai aturan yang berlaku.
"Tapi kalau ternyata memang ada yang memalsukan ya kita pidanakan," ujar Heru.
Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara ekspor bijih nikel. Keputusan ini diambil karena ditemukan adanya lonjakan ekspor hingga tiga kali lipat dari kuota semestinya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penghentian ekspor sementara ini dilakukan paling tidak hingga dua pekan kedepan. Pemerintah melalui kementerian ESDM akan melakukan evaluasi kepada seluruh pengusaha tambang nikel dan pengusaha smleter atas izin ekspor.
"Kita temukan bahwa lonjakan ekspor itu tiga kali lipat lebih banyak dari kuota sebenarnya. Ini kan namanya curi curi. Jadi kita hentikan dulu semuanya sekarang," ujar Luhut di Kantornya, Selasa (29/10).