REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana memanggil aplikator ojek daring atau online untuk mempelajari perihal diskon tarif yang mengarah kepada predatory pricing. Ketua KPPU Kurnia Toha mengatakan, KPPU akan mendalami berbagai aspek yang melatarbelakangi pemberian diskon kepada konsumen ojek online.
"Kita masih selidiki. Semua aspek kita pelajari. Tentu pihak-pihak terkait dipanggil," kata Kurnia kepada Republika.co.id, Senin (17/6).
Ia menjelaskan, salah satu yang menjadi objek penyelidikan KPPU terkait pemberian diskon tarif ojek online hingga Rp 1 dalam satu kali perjalanan. Menurut KPPU tarif Rp 1 sama dengan tarif gratis yang mematikan lawan usaha. Namun, Kurnia belum dapat menginformasikan kapan tepatnya waktu pemanggilan para aplikator.
Menurut KPPU, pola diskon Rp 1 jika diterapkan terus menerus tanpa henti bakal membuat aplikator yang bersangkutan menguasai pasar secara tidak wajar. Hal itu yang dapat disebut sebagai predatory pricing. Namun, jika pemberian diskon hanya diberikan pada waktu-waktu tertentu tentu tidak akan berpengaruh dalam penguasaan pasar.
Diskon, lanjut Kurnia, pada prinsipnya ditujukan untuk mempromosikan produk atau menghabiskan produk agar cepat terjual. Sementara, praktik predatory pricing bertujuan untuk mematikan pesaing bisnis. "Nah, kalau diskon yang tidak wajar kemungkinan besar tujuannya bukan untuk promosi, tapi menguasai pasar dengan mematikan pesaing," kata Kurnia.
Sementara itu, Komisioner KPPU Guntur Saragih menambahkan, predatory pricing adalah salah satu istilah yang lazim digunakan dalam persaingan usaha baik di dalam maupun luar negeri. Sesuai domain KPPU, predatory pricing dapat masuk dalam norma persaingan usaha sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Karenanya, pelanggaran berupa praktik predatory pricing masuk dalam ranah penegakkan hukum. KPPU dapat melakukan penegakkan hukum dengan serangkaian kegiatan yang berlandaskan pada pembuktian.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyerahkan sepenuhnya kepada KPPU sebagai lembaga berwenang untuk menangani masalah diskon tarif ojek online. KPPU, menurut Kemenhub, juga berwenang untuk melakukan penegakkan hukum jika terdapat aplikator yang terbukti melakukan predatory pricing.
Kemenhub sebagai regulator tetap berpegang pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 dan Kepmenhub KP 348 yang mengatur batas-batas tarif ojek online berdasarkan sistem zonasi. Selama aplikator memberikan diskon dalam rentang tarif batas atas dan batas bawah, maka aplikator tidak melakukan predatory pricing.