Senin 17 Jun 2019 15:29 WIB

Pemerintah Incar Dana Hibah dari Blended Finance

Dana hibah diincar pemerintah untuk menutupi kekurangan pembiayaan daerah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pembangunan infrastruktur (ilustrasi)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pembangunan infrastruktur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengincar dana hibah tanpa utang dari skema blended finance untuk pembiayaan pembangunan berkelanjutan atau suistainable development goals (SDGs) di tingkat kota dan kabupaten. Dana hibah diincar pemerintah sebagai solusi untuk menutupi kekurangan pembiayaan pembangunan dari APBN maupun APBD masing-masing daerah.

Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kementerian Koordinator Kemaritiman, Andri Wahyono, mengatakan, ketersediaan anggaran negara tidak mencukupi untuk memenuhi 17 target dengan 169 capaian dalam SDGs yang telah dirumuskan. "Kita akan promosikan pembangunan daerah yang layak mendapatkan pendanaan dari blended finance berupa hibah," kata Andri saat ditemui di sela kegiatan Regional Workshop on Building National and Local Capacity on Measuring SETI for SDGs in the Asia and the Pacific Region, Jakarta, Senin (17/6). 

Blended finance merupakan proses pembiayaan yang melibatkan pihak swasta dan industri jasa keuangan untuk mendukung proyek-proyek dalam pembangunan berkelanjutan. Salah satu jenis dari blended finance itu sendiri yakni pendanaan hibah yang diberikan secara cuma-cuma oleh donatur kepada pihak yang tengah menjalankan proyek.

Kegiatan lokakarya yang digelar, kata Andri, sekaligus untuk mengukur capaian implementasi pembangunan berkelanjutan dimana salah satu luarannya berkaitan dengan pengembangan sains, teknik, teknologi, dan inovasi (SETI). Indonesia, menurut dia, perlu bercermin kepada negara lain yang saat ini tengah menjalankan SDGs.

Ia menjelaskan, pendanaan hibah dapat berasal dari lembaga filantropi,  private sector, sumbangan BUMN nasional maupun dari luar negeri. Pada intinya, Andri menyampaikan, proyek yang pantas mendapat dukungan untuk dipromosikan mendapatkan hibah yakni pembangunan yang dijalankan sejalan dengan kepentingan lingkungan.

"Hibah dari blended finance beberapa sudah mulai dilakukan, namun belum menyentuh sektor kelautan. Ini masih kurang dibanding yang lain karena memang persoalan kelautan banyak tantangan," ujarnya. 

Oleh sebab itu, Kemenko Kemaritiman perlu memastikan secara jelas proyek-proyek sektor kelautan yang potensial serta dapat dipertanggungjawabkan jika mendapatkan pendanaan hibah. Meski demikian, Andri belum dapat menyampaikan target pendanaan hibah dari skema blended finance untuk pembangunan kelautan. Ia mengatakan, pihaknya masih harus berkoordinasi bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

"Ini akan kita koordinasikan bersama Bappenas sekaligus semua stakeholder," tuturnya menambahkan.

Andri mengatakan, pemerintah juga menggandeng United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) untuk mendampingi Indonesia dalam pembangunan SETI. Director and Representative of UNESCO Office Jakarta, Shahbaz Khan, mengatakan, dalam kerja sama ini pihaknya hanya bertugas untuk memfasilitasi negara-negara dalam pembangunan berkelanjutan.

Ia menilai, Indonesia merupakan salah negara yang kemajuan yang positif dalam prose SDGs. Namun, dalam hal ini UNESCO melihat adanya keterkaitan yang erat antara pembangunan secara nasional dan lokal sehingga perlu peran pemerintah daerah secara aktif. "Kita memang bertugas untuk mengukur kontribusi pembangunan daerah terhadap capaian SDGs," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement