REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah panen raya cabai yang tengah berlangsung di Jawa Timur, harga pembelian cabai di tingkat petani justru anjlok. Untuk itu petani meminta kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan harga acuan pembelian.
Ketua Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan, sejauh ini pemerintah belum menentukan harga acuan pembelian cabai petani. Padahal di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, pemerintahnya melakukan pergerakan pembelian cabai petani jika ditemukan kejatuhan harga pembelian.
"Di Malaysia itu, pemerintahnya akan beli cabai petani kalau harga sudah di bawah 5 ringgit Malaysia. Maka harusnya pemerintah kita juga tentukan harga acuan, " kata Henry saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (15/6).
Henry menyebut, harusnya pemerintah membentuk regulasi pembatasan tanam untuk mengantisipasi kelebihan produksi atau over suplai petani. Dia menilai, dengan membatasi wilayah tanam produksi dengan estimasi kebutuhan konsumsi, pemerintah dapat menghindarkan kejatuhan harga yang ada seperti saat ini.
Menurut dia, oversuplai akan memicu anjloknya harga dan tidak berkolerasi terhadap stabilitas harga di pasaran. Terbukti, kata dia, harga cabai sempat merangkak naik berkisar Rp 90 ribu-Rp 120 ribu per kilogram (kg) jelang Lebaran. Meski Henry juga mengakui, hal tersebut salah satunya juga dipicu oleh mekanisme pasar yang tidak baik.
Selain itu dia menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum memperbarui informasi lanjutan mengenai komitmen Bulog untuk melakukan penyerapan panen cabai petani. Menurut dia, kalaupun Bulog harus melakukan penyerapan, penyerapan tersebut harus diatur berdasarkan wilayah.
“Apakah yang diserap itu wilayah sentra produksi, atau wilayah apa? Nah ini yang saya lihat belum diperhitungkan pemerintah,” kata dia.
Sementara itu Ketua Paguyuban Petani Cabai Indonesia Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur Suyono mengatakan, meski saat ini di Jawa Timur tengah mengalami musim panen cabai meliputi wilayah Kediri, Blitar, Malang, Tuban, Banyuwangi dan Mojokerto, namun pembelian cabai justru tertekan turun tidak sesuai dengan biaya produksi yang mahal. Untuk itu dia meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengatur harga acuan pembelian.
"Beberapa cabai harus dibongkar dan dialih tanam tanaman lain sebelum waktunya karena harga anjlok. Sementara biaya perawatan lebih mahal," kata Suyono.
Dia mengungkapkan, produksi terbesar cabai keriting saat ini berada di Kabupaten Blitar dengan produksi rata-rata 250 ton per hari. Selanjutnya dalam dua minggu ke depan, produksi cabai di Banyuwangi akan mencapai 130 ton per hari. Dengan produksi sebanyak itu, dia mengeluhkan upaya pemerintah dalam rendahnya pembelian di tingkat petani. Sebelumnya diketahui, petani mengeluhkan anjloknya harga cabai di kisaran harga Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram (kg).
Suyono menyayangkan, kendati Kemendag sudah menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengambil alih penyerapan panen petani saat, namun hingga saat ini harga justru jatuh sebab belum ada pergerakan penyerapan yang dimaksud. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 Tahun 2016 disebutkan, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang berada di bawah BUMN menjadi penanggung jawab penyerapan cabai petani.
"Selama ini sudah dibuatkan harga acuan, tetapi BUMN tidak bergerak sama sekali," ungkap Suyono.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Yasid Taufiq menyebut, pergerakan harga cabai selama puasa dan usai Lebaran hingga saat ini masih dalam batas aman terkendali. Dengan demikian, tidak ada gejolak harga yang berarti, semuanya diklaim masih wajar dan normal.
Dari hasil pantauan harian di Pasar Induk Kramat Jati, pihaknya mencatat harga cabai rawit merah stabil di harga Rp 15 ribu per kg dan harga eceran cabai rata-rata di 47 pasar tradisional se-DKI Jakarta juga menunjukkan tren yang stabil.
"Jika mengacu harga tahun lalu, harga cabai rawit merah tahun ini jauh lebih rendah. Secara umum harga aneka cabai sangat normal," kata dia.