REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut, melonjaknya harga cabai merah beberapa waktu lalu disebabkan minimnya produksi. Sedangkan, jalur distribusi perdagangan diklaim lancar terkendali.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti mengatakan, jalur distribusi dipastikan aman sebab pihaknya sudah melakukan pemantauan di sejumlah pasar sejak H-60 hingga H+5 Lebaran dan harga cabai memang meningkat dalam kurun waktu tersebut. Menurut dia, minimnya produksi cabai dianggap belum dapat memenuhi akses pasar secara keseluruhan sehingga mempengaruhi harga.
“Saya rasa nggak ada bencana alam atau apa, jadi ya distribusi nggak ada masalah. Ini kemungkinan produksinya minim,” kata Tjahya saat ditemui di Gedung Kemendag, Jakarta, Rabu (12/6).
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), bahan makanan menjadi penyumbang terbesar inflasi pada Mei 2019 sebesar 0,43 persen. Kenaikan harga cabai merah memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,10 persen, sedangkan bahan pangan lainnya seperti daging ayam ras dan bawang putih memberi andil terhadap inflasi masing-masing sebesar 0,05 persen. Selebihnya, kenaikan harga komoditas pangan seperti sayuran meliputi bayam, kangkung, dan sawi hijau terbilang kecil sebesar 0,01 persen.
Lebih lanjut dia menjelaskan, harga cabai dan bawang putih memang memberi andil terhadap inflasi pada Mei 2019. Beda dari cabai, kontribusi bawang putih terhadap inflasi menurut sejumlah pengamat disebabkan telatnya impor yang masuk sehingga harga terlanjur tinggi. Sedangkan Tjahya mengklaim, kenaikan harga bumbu-bumbu seperti cabai dan bawang putih memang dipengaruhi oleh adanya permintaan konsumsi yang lebih tinggi pada Ramadhan dan Lebaran serta minimnya pedagang yang beraktivitas pada H+3 Lebaran di pasaran.
Sebab, kata dia, dua komoditas tadi merupakan komoditas penting dalam bahan masakan. Kendati demikian dia memastikan, selain dua komoditas pangan tersebut, harga bahan pokok (bapok) relatif stabil pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini. Jika dibandingkan tahun lalu, kata dia, harga bapok juga cenderung stabil kecuali komoditas pertanian seperti telur dan ayam akibat minimnya aktivitas pedagang mendekati Lebaran.
Berkaca dari tahun sebelumnya, Tjahya menambahkan, saat terjadi kenaikan harga pada telur dan ayam ras utamanya di H-3 Lebaran, pihaknya mengantisipasi kejadian serupa terulang dengan memastikan distribusi terjaga serta akses pasar yang stabil. Terkait dengan distribusi bapok yang bersamaan dengan arus mudik dan balik, pihaknya meminta langkah prioritas dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengizinkan logistik bapok melintas.
“Saya minta ke Kemenhub untuk kasih prioritas buat logistik bapok dari H-3 sampai H+5 Lebaran. Jadi kami pastikan nggak ada hambatan,” kata Tjahya.
Sedangkan untuk harga cabai merah saat ini, menurut Tjahya, sudah kembali stabil. Justru, harga cabai rawit hijau mengalami kenaikan harga yang relatif kecil. Namun begitu dia memastikan, kenaikan harga cabai rawit hijau tidak perlu dicemaskan karena tidak akan bermasalah.
Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga cabai merah besar rerata nasional pada 12 Mei 2019 berada di level Rp 49.400 per kilogram (kg), cabai merah keriting di level Rp 47.300 per kg, cabai rawit merah di level Rp 39.950 per kg, dan cabai rawit hijau berada di level Rp 40.600 per kg.
Mengacu statistik tersebut, harga cabai merah berkisar Rp 39.700-Rp 70.950 per kg. Harga cabai merah besar yang terpantau tinggi berada di wilayah Kalimantan Tengah meliputi Kota Palangkaraya dan Kota Sampit. Sedangkan di wilayah Kepulauan Riau, harga cabai merah juga tercatat tinggi meliputi wilayah Kota Pangkal Pinang dan Kota Tanjung Pandan di level harga bekisar Rp 48.500-Rp 72.850 per kg.
Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, melonjaknya dua komoditas disebabkan lambatnya pemerintah dalam mengambil sikap. Menurut Fithra, dengan tersedianya produksi cabai dari panen raya yang berlangsung, dipastikan jalur distribusi bermasalah.
Sedangkan untuk kenaikan harga bawang putih, hal itu dinilai dapat diantisipasi asalkan pemerintah dapat segera menentukan langkah mengambil keputusan penugasan impor antara Bulog dengan importir.
“Karena telat ambil keputusan, harga bawang putih terlanjut tinggi di pasaran,” kata Fithra.