REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh lembaga internasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih optimistis pertumbuhan domestik masih dapat tetap tumbuh positif. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, mengatakan, dinamika yang terjadi pada ekonomi global kurang berperngaruh secara langsung terhadap Indonesia.
Wimboh menilai, tingkat permintaan barang dan jasa untuk konsumsi dalam negeri masih mendominasi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu, laju pertumbuhan permintaan kredit perbankan masih akan sesuai target yang ditetapkan sebesar 12 persen.
Hal itu, menurut dia, bakal tercapai apabila aliran investasi tetap positif seiring konsumsi dalam negeri yang tinggi. "Kita akan dorong kredit perbankan. Sekarang masih sekitar 11 persen, tapi kita akan upayakan bisa 12 persen," kata Wimboh kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Tingkat pertumbuhan kredit mencerminkan transmisi ekonomi domestik, khususnya dari segi konsumsi dalam negeri. Semakin tinggi pertumbuhan kredit menandakan iklim ekspansi usaha di Indonesia yang masih bergairah.
Menurut Wimboh, selain mengandalkan investasi, bagaimanapun ekspor Indonesia terhadap sejumlah negara harus dijaga. Seperti yang telah dinyatakan oleh pemerintah, di tengah perang dagang yang tetap panas, Indonesia masih harus terus mencari pasar baru untuk tujuan ekspor sebagai salah satu komponen dalam pertumbuhan ekonomi.
OJK, kata Wimboh, akan mendukung berbagai kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif demi meningkatkan daya saing produk asal Indonesia di pasar global. Hal itu agar ke depan ekspor Indonesia tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada Cina yang saat ini tengah terlibat perang dagang dengan Amerika Serikat.
Sementara itu, Ketua Himpunan Bank Negara (Himbara), Maryono, menambahkan, hingga saat ini pertumbuhan kredit masih relatif stabil. Maryono yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank BTN mengatakan, bank yang ia pimpin secara umum masih mengalami pertumbuhan pencairan kredit sebesar 17-18 persen. Angka itu di atas dari rata-rata pertumbuhan kredit industri perbankan sebesar 11 persen.
"Himbaran lainnya (Bank BNI, BRI, Mandiri) juga tumbuh. Saya kira pertumbuhannyaakan lebih baik tahun ini dibanding tahun-tahun lalu," kata Maryono.
Dia mengatakan, pada semester kedua tahun ini, Himbara akan melakukan revisi terhadap rencana bisnis bank (RBB) untuk menyikapi dinamika ekonomi global saat ini. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang dilakukan oleh Bank Dunia baru-baru ini sebanyak 0,3 persen menjadi 2,6 persen akan menjadi salah satu asumsi RBB.
Selain itu, analisa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekaligus proyeksi makro ekonomi nasional maupun global turut menjadi pertimbangan dalam ekspansi Himbara. "Masih ada waktu satu bulan lagi, kita lihat apa yang akan kita tambahkan ke depannya," ujarnya.
Berdasarkan data terakhir Bank Indonesia, hingga Maret 2019, rata-rata pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,5 persen. Pertumbuhan itu tercatat turun dibanding Februari 2019 yang bisa mencapai 12,1 persen. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) cukup rendah di level 2,5 persen (gross) atau 1,2 persen (net).
Meski terdapat penurunan kredit perbankan, Bank Indonesia masih memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2019 masih akan berada pada kisaran 10-12 persen.