REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menempati urutan 32 dari 63 negara dalam IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) 2019. Peringkat ini meningkat drastis dari posisi 2018 lalu, di mana Indonesia menempati ranking 42.
Director IMD WCY Arturo Bris mengatakan peringkat daya saing Indonesia naik signifikan 11 peringkat ke posisi 32 dengan skor 73,59. IMD WCY telah melakukan penilaian daya saing global sejak 1989 dan menjadi rujukan peringkat daya saing global.
"Sebanyak 63 negara di evaluasi peringkat daya saingnya berdasarkan overall ranking dari empat faktor daya saing (competitive factors), yaitu kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi pemerintahan (government efficiency), efisiensi bisnis (business efficiency) dan infrastruktur (infrastructure),” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Senin (3/6).
Lebih lanjut, penilaian daya saing dari empat competitive factors tersebut berdasarkan 143 kriteria dari hard data yang merupakan data-data statistik dari sumber nasional dan internasional serta 92 kriteria dari riset data yang merupakan gabungan dari international panel of experts dan executive opinion survey. Penilaian hard data merepresentasikan 2/3 dari bobot skor akhir daya saing dan riset data merepresentasikan 1/3 bobot skor akhir daya saing.
Sementara Koordinator Riset IMD WCY sekaligus Direktur Konsultasi LM FEB UI, Willem Makaliwe menambahkan peningkatan daya saing yang dialami Indonesia sangat signifikan. Hal itu bisa dilihat dari tren sejak 2015, yang menunjukkan peringkat daya saing Indonesia masih berada di atas peringkat 40.
“Peningkatan peringkat daya saing Indonesia ini adalah yang kedua paling signifikan setelah Arab Saudi yang juga naik sebesar 13 peringkat dari posisi 39 ke posisi 26. Sementara itu, perubahan peringkat negara-negara lain tidak terlalu signifikan,” ucapnya.
Jika dilihat secara kawasan, peringkat daya saing Indonesia di wilayah Asia Pasifik masih stagnan seperti tahun 2018 di posisi 11 dari 14 negara. Sementara itu, di wilayah ASEAN, daya saing Indonesia masih di bawah Singapura (peringkat 1), Malaysia (peringkat 22) dan Thailand (peringkat 25).
“Hal yang juga menggemberikan adalah, untuk negara-negara dengan populasi di atas 20 juta penduduk, peringkat daya saing Indonesia naik tiga peringkat menjadi peringkat 14 dari 29 negara,” ungkapnya.
Dalam keterbukaan informasi hasil riset IMD WYC 2019, Willem menuturkan bahwa peningkatan ranking daya saing Indonesia merupakan capaian yang positif. Peningkatan kinerja mencakup pada tiga competitive factors, yaitu economic performance, government efficiency dan business efficiency yang cukup signifikan, menjadi pendorong naiknya peringkat daya saing Indonesia secara keseluruhan.
“Untuk economic performance, dalam beberapa tahun ke belakang perlahan tapi pasti terus mengalami peningkatan kinerja hingga pada 2019 Indonesia mampu berada di posisi 25, naik dua peringkat dari tahun sebelumnya,” jelasnya.
Peningkatan yang cukup tajam juga terjadi pada competitive factor government efficiency dari peringkat 36 menjadi peringkat 25. Sementara itu, pada business efficiency peringkat Indonesia mengalami kenaikan pesat dari posisi 35 ke posisi 20 pada 2019. Pada aspek competitive factor infrastructure terjadi sedikit peningkatan, Indonesia masih berada di posisi 53.
“Hasil ini menunjukan bahwa iklim ekonomi, bisnis dan pemerintahan di Indonesia mendorong perusahaan untuk dapat berkompetisi baik di level domestik maupun internasional. Namun demikian, dampak pembangunan infrastruktur di Indonesia masih belum signifikan berpengaruh terhadap mendorong aktivitas ekonomi dan bisnis,” ungkapnya.
Hasil riset IMD WCY 2019 di Indonesia yang dilakukan oleh LM FEB UI ini juga menunjukkan bahwa beberapa indikator yang cukup menonjol dari empat competitive factors, diantaranya adalah domestic economcy (peringkat 7), tax policy (peringkat 4), serta labor market (peringkat 3).
Menurut Peneliti LM FEB UI Taufiq Nur berbagai upaya perbaikan yang mengalami peningkatan pada 2019 diantaranya mencakup bribery and corruption, adaptability of government policy, serta bureaucracy.
Lebih jauh, Managing Director LM FEB UI Toto Pranoto menyebutkan terdapat lima tantangan yang masih dihadapi Indonesia pada 2019 yaitu stagnannya pertumbuhan ekonomi dan ekspansi kredit; masih kurangnya penguatan industri dasar; inkonsistensi penerapan kebijakan dan penegakan hukum; perlunya peningkatan kompetensi dan keahlian SDM; dan perubahan struktur pemerintahan pasca pemilihan presiden 2019.
“Menjawab tantangan-tangangan ini adalah upaya untuk terus meningkatan daya saing Indonesia,” ujarnya.