REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pekerja di industri hasil tembakau (IHT) mengalami penurunan signifikan. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Sudarto mengatakan, selama lima tahun terakhir terdapat lebih dari 32.000 ribu pekerja yang dirumahkan.
“Jumlah tersebut adalah pekerja yang tercatat dalam organisasi, yang tidak tercatat angkanya lebih besar,” ujar Sudarto, Selasa (28/5).
Soedarto menjelaskan pekerja di IHT yang kehilangan pekerjaan sebagian besar adalah pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT). Kebanyakan dari mereka merupakan perempuan.
“Ketika mereka tidak lagi bekerja di pabrik rokok, mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan baru, karena mereka sulit bersaing di bursa kerja karena faktor pendidikan,” ujar Soedarto.
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan SKT memerlukan perhatian dari pemerintah agartetap tumbuh positif. “Perhatian kepada SKT agar tidak tergerus,” ucap Karding, Selasa (28/5).
Dia berharap SKT tetap menjadi pilar ekonomi bagi masyarakat. Apalagi, SKT merupakan industri yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang besar. “Kebijakan yang mendukung industri hasil tembakau harus ada, akan dirumuskan apakah kebijakan mengenai harga atau kebijakan-kebijakan lain yang mendukung industri ini,” tutupnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rochim sebelumnya mengatakan, ada penurunan produksi rokok dari 344,52 miliar batang pada 2014 menjadi 332,38 miliar batang pada 2018. Kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang menyerap paling banyak tenaga kerja pada sektor industri pengolahan tembakau, anjlok 11,86 persen.