Rabu 22 May 2019 17:02 WIB

Dua Langkah Pemerintah Atasi Defisit Neraca Dagang Migas

Neraca perdagangan migas pada April 2019 mencapai minus 1,49 miliar dolar AS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi kilang minyak
Foto: AP
Ilustrasi kilang minyak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan melakukan dua langkah dalam mengatasi neraca perdagangan di sektor migas yang mengalami defisit. Pertama, memaksimalkan hasil eksplorasi minyak mentah untuk kepentingan dalam negeri. Langkah kedua, memasukkan nilai investasi eksplorasi migas PT Pertamina di luar negeri ke dalam catatan pendapatan primer.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, langkah pertama akan dilakukan melalui kebijakan baru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hasil eksplorasi minyak mentah dalam negeri yang semula dijatah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) untuk ekspor dialihkan ke kepentingan domestik. "Ini dimulai per Mei," tuturnya ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (22/5).

Baca Juga

Kebijakan tersebut akan berdampak terhadap penurunan nilai ekspor minyak mentah Indonesia. Di sisi lain, impor minyak mentah juga akan turun. Meski tidak menyebutkan besaran impor yang dimaksud, Susiwijono menilai, kebijakan akan mempengaruhi defisit neraca ekspor impor migas secara spesifik.

Selain itu, Susiwijono menambahkan, pemerintah juga berencana mencatat nilai investasi eksplorasi migas Pertamina di Aljazair, Malaysia dan Irak dalam pendapatan primer. Selama ini, statistik mencatat hasil investasi tersebut yang masuk ke Indonesia sebagai impor. Hal tersebut berdampak pada nilai impor migas yang terus naik.

Menurut Susiwijono, metode statistika tersebut sesuai dengan metode International Merchandise Trade Statistic (IMTI). Tapi, karena dampaknya negatif terhadap neraca dagang Indonesia, pemerintah akan melakukan koreksi. "Hasil investasi itu akan tercatat sebagai pendapatan primer di neraca perdagangan jasa kita," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah sudah meminta kepada Pertamina untuk melakukan pencatatan investasi tersebut. Pencatatan dilakukan untuk menghindari persepsi seolah-olah Indonesia membayar impor, yang seharusnya tercatat sebagai investasi.

Darmin menyebutkan, selama ini pemerintah sudah pernah membicarakan pencatatan investasi kepada Pertamina. Hanya saja, belum ada respon dari perusahaan plat merah tersebut sampai saat ini.

"Kalau ada perdagangan barang, bisa ditulis volume impor. Tapi, (untuk investasi), ada perdagangan jasa," tuturnya.

Menurut Bank Indonesia (BI), Darmin menjelaskan, Pertamina harus melakukan pencatatan setiap tiga bulan. Termasuk nominal penghasilan dari investasi eksplorasi di luar negeri. Apabila sudah masuk ke BI, nilai tersebut dapat muncul dalam neraca jasa, bukan neraca barang yang selama ini tertulis di statistika.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan migas pada April 2019 mencapai minus 1,49 miliar dolar AS. Sementara nilai ekspor 740 juta dolar AS, nilai impor mencapai 2,24 miliar dolar AS.

Sementara itu, sepanjang Januari hingga April 2019, selisih ekspor impor migas adalah minus 2,76 miliar dolar AS. Nilai ekspornya hanya 4,22 miliar dolar AS, sedangkan impor mencapai 6,99 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement