REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, kebijakan impor daging sapi oleh pemerintah dari Brasil merupakan upaya pemerintah untuk memperkuat daya tawar ke negara-negara pengimpor daging yang sudah terjalin, yakni Australia dan India.
Diketahui, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menerima kunjungan Menteri Pertanian Brasil Tereza Cristina, di Jakarta, Senin (20/5). Dalam kunjungan tersebut, kedua negara sepakat menjalin kerja sama perdagangan ekspor-impor. Indonesia menawarkan produk ekspor buah-buahan tropis, sementara Brasil menawarkan produk daging sapi beku dan wacana investasi pabrik gula.
Menurut Nailul, jika dilihat dari sisi jarak, impor daging sapi dari Brasil ke Indonesia tidak akan efisien jika dibandingkan dengan Australia maupun India. “Jadi saya kira, langkah ini nampaknya upaya pemerintah dalam melakukan diversifikasi negara pengimpor saja,” kata Nailul saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/5).
Diketahui, produksi daging ternak sapi maupun kerbau lokal belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi secara nasional. Tingkat produksi hewan ternak seperti sapi dan kerbau lokal berdasarkan catatan Kementan hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional sebesar 66 persen. Artinya, sisa kebutuhan konsumsi masih dipasok oleh pasokan impor.
Untuk itu Nailul menilai, Indonesia mengalami defisit perdagangan terhadap negara-negara Amerika Latin, termasuk Brasil. Menurut dia, defisit akan terus melebar apabila produk perdagangan Indonesia hanya terbatas pada permintaan dari Amerika Latin saja. Untuk itu dia melihat, terdapat komoditas pertanian yang cukup potensial untuk dikembangkan ekspornya, yakni karet.
“Yang potensial dikembangkan itu komoditas karet kita. Karena produk seperti sepatu, kendaraan, dan peralatan mesin cukup diminati di sana,” kata dia.