Rabu 15 May 2019 15:56 WIB

Kemitraan Importir dan Petani Perluas Lahan Bawang Putih

Kementan menggerakan kembali petani untuk mau menanam bawang putih.

Red: EH Ismail
Dirjen Hortikultura Suwandi meninjau lahan pertanian bawang putih
Foto: Humas Kementan
Dirjen Hortikultura Suwandi meninjau lahan pertanian bawang putih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah telah mencanangkan swasembada bawang putih. Bukan mimpi, karena tahun 1994-1995 Indonesia pernah mencapainya, bahkan bawang putih sempat mendapat sebutan white diamond.

Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi mengatakan untuk mengembalikan kejayaan white diamond, pemerintah dalam hal ini Kementan menggerakan kembali petani untuk mau menanam bawang putih. Salah satunya dengan menggandeng importir bermitra dengan petani. 

“Kemitraan antara petani dengan importir semakin luas. Tahun lalu ada sekitar 40 importir. Namun yang tidak sesuai aturan kita black list,” demikian kata Suwandi di Jakarta, Rabu (15/5).

Kementan telah mengeluarkan kebijakan bagi importir yang mendapat Rekomendasi Izin Impor Hortikultura (RIPH) untuk ikut membudidayakan bawang putih bermitra dengan petani. Dalam kebijakan itu, importir wajib menanam 5 persen dari kuota impor. 

“Jadi sebelum melakukan impor, importir harus menanam bawang putih terlebih dahulu,” tegas Suwandi.

Lebih lanjut Suwandi menuturkan program swasembada bawang putih memang dilakukan secara bertahap. Baik pengembangan melalui dana APBN, kemitraan importir dan petani, maupun swadaya petani. Saat ini luas pertanaman bawang putih terus meningkat, yakni jika tahun 2017 pertanaman bawang putih hanya di 2 kabupaten yakni Temanggung dan Lombok Timur, maka tahun 2018 sudah 80 kabupaten. 

“Rencananya tahun ini akan bertambah di 110 kabupaten dengan target luas areal pertanamannya 20 sampai 30 ribu hektar,” tuturnya.

Dari hasil kajian, potensi lahan untuk pengembangan bawang putih seluas 600 ribu ha. Pada tahun 2017 luas pertanaman bawang putih hanya 1.900 ha. Namun dengan program pemerintah tahun 2018 naik menjadi 11 ribu ha. Dari penanaman seluas 11 ribu ha itu, hasil panennya akan dijadikan benih untuk penanaman seluas 20-30 ribu ha. Tahun 2020 diharapkan ada penanaman 50 hingga 60 ribu ha dan tahun 2021 seluas 90 sampai 100 ribu ha.

“Bahkan tahun 2019 ini, pemerintah yakin bisa mencapai swasembada benih bawang putih Dengan keberhasilan itu, tahun ini pemerintah berencana menutup impor benih, karena kebutuhan dalam negeri sudah bisa tercukupi. Apalagi potensi benih bawang putih unggul dalam negeri juga cukup besar,” beber Suwandi.

Suwandi menyebutkan adapun varietas benih unggul bawang putih lokal diantaranya, Sangga Sembalun, Karanganyar, Lumbu Kuning, Lumbu Hijau dan Lumbu Putih. Produktivitasnya rata-rata 8,9 ton per ha. Bahkan di beberapa daerah, seperti Temanggung ada yang mencapai 16 ton per ha. Di Wonosobo dan Sukabumi mencapai 14 ton per ha.

“Jadi soal benih, kami pastikan tidak ada masalah lagi. Dengan pengembangan di beberapa daerah, benih bawang putih untuk perluasan areal akan cukup. Jadi memang awal mula penanaman bawang putih untuk mencapai swasembada benih bawang putih tahun 2019,” sebutnya.

Di sisi lain Suwandi menegaskan Kementan hingga saat ini sudah blacklist sebanyak 56 importir bawang putih nakal yang terdiri dari hari ini sebanyak 41 importir dan tahun lalu 15 importir yang tidak mentaati aturan wajib tanam dan berproduksi 5% dan selalu mempermainkan harga. Mayoritas importir yang diblacklist berdomisili di Jakarta, Surabaya dan Medan.

"Dengan demikian, harga bawang putih dan komoditas lainnya ke depan stabil. Petani dan pedagang sama-sama untung serta konsumen menikmati harga pangan yang murah," tuturnya.

Oleh karena itu, Suwandi berharap di tahun 2021 target swasembada bawang putih, baik benih maupun konsumsi dapat diwujudkan. Sebab, benih bawang putih lokal yang ditanam di Indonesia, tidak jauh berbeda dengan impor. Bahkan lebih unggul karena aromanya lebih tajam (kuat). 

“Kita tunggu saja 2021 karena tahun tersebut kita sudah dapat mengonsumsi bawang putih produksi dalam negeri. Kalau sekarang paling yang reject diolah menjadi pasta,” pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement