REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Defisit neraca dagang Indonesia pada April 2019 mencapai 2,5 miliar dolar AS, lebih besar dibanding dengan defisit pada periode yang sama di tahun lalu, yakni 1,63 miliar dolar AS. Dikutip dari data Trading Economics, nilai defisit tersebut merupakan 'terdalam sepanjang catatan statistik yang ada.
Pada 1960 hingga 2019, rata-rata nilai neraca dagang di Indonesia adalah 738 juta dolar AS. Surplus tertinggi diraih pada Desember 2006 dengan nilai 4,64 miliar dolar AS.
Sedangkan, sebelumnya, rekor defisit terdalam terjadi pada Juli 2013 dengan nilai 2,32 miliar dolar AS sebelum akhirnya ‘dikalahkan’ oleh defisit April 2019.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, defisit neraca dagang pada April 2019 berasal dari defisit neraca dagang migas 1,49 miliar dolar AS non migas 1,0 miliar dolar AS. Defisit ini menjadi defisit pertama sejak Januari, di mana ekspor menurun 13,1 persen secara year-on-year, sementara penurunan impor lebih lambat, 6,58 persen.
Sementara itu, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit akumulasi Januari hingga April 2019 dengan nilai 2,56 miliar dolar AS. Total tersebut didapatkan dari migas yang mengalami defisit 2,7 miliar dolar AS karena hasil minyak alami mengalami defisit lumayan dalam. "Sedangkan, non migas surplus 204,7 juta dolar AS," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (15/5).
Untuk migas, ekspor mengalami penurunan signifikan secara yoy, dari 1,17 miliar dolar AS menjadi 741,9 juta dolar AS atau turun 37 persen. Impor migas juga mengalami kondisi yang sama dengan penurunan 3,99 persen.
Pada April 2018, tercatat nilai impor migas adalah 2,32 miliar dolar AS dan menjadi 2,23 miliar dolar AS pada April 2019.
Untuk non migas, ekspornya juga mengalami penurunan 10,98 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. Yakni, dari 13,31 miliar dolar AS pada April 2018 menjadi 11,85 miliar dolar AS pada April 2019. Sedangkan, impornya turun 7,02 persen, dari 13,83 miliar dolar AS menjadi 12,86 miliar dolar AS.