Senin 13 May 2019 18:43 WIB

Regulasi Direvisi, Impor Limbah Plastik Belum Tentu Disetop

Pemerintah perlu melihat kepentingan impor limbah plastik terlebih dulu.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan sisa api saat terjadi kebakaran pabrik pengolahan limbah plastik di Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2018).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan sisa api saat terjadi kebakaran pabrik pengolahan limbah plastik di Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2016 tentang ketentuan impor limbah nonbahan beracun bakal rampung tahun ini. Dalam revisi tersebut, pemerintah belum tentu menyetop seluruh impor plastik ke Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kemendag Karyanto Suprih menjelaskan, pemerintah memfokuskan poin pengawasan limbah plastik impor yang masuk ke wilayah Indonesia. Meski begitu dia mengatakan, pemerintah belum mengetahui lebih jauh apakah akan menyetop atau mengurangi impor plastik yang ada.

Baca Juga

“Lihat kepentingannya. Kalau memang kepentingannya masih dibutuhkan sebagai bahan baku industri ya kita pikirkan dulu,” kata Karyanto kepada Republika.co.id, di Jakarta, Senin (13/5).

Dia menambahkan, pihaknya saat ini masih melihat proses revisi yang sedang berlangsung melibatkan verifikasi surveyor independen. Revisi dilakukan untuk mengetahui sampling yang ada untuk mengawasi keamanan dan kesehatan lingkungan limbah plastik impor yang masuk.

Menurut dia, sejauh pembahasan revisi yang sedang berlangsung, visi pemerintah terkait limbah plastik impor tersebut harus masuk ke proses pengawasan verifikasi. Di mana verifikasi tersebut, kata dia, harus ditimbang dari mana asal negara impornya serta kandungan bahan-bahan negatif berbahaya yang bisa saja masuk ke dalam plastik.

Mengacu pertimbangan kesepakatan Konvensi Basel yang berlangsung akhir pekan lalu disebutkan, negara-negara berkembang disarankan untuk berhenti menjadi ‘tempat pembuangan akhir (TPA)’ sampah-sampah plastik dari negara-negara maju. Diketahui, sebanyak 187 negara termasuk Indonesia sepakat untuk mengontrol perdagangan limbah plastik.

Menanggapi hal ini, pihaknya sepakat dengan rekomendasi tersebut. Untuk itu pemerintah masih akan melakukan pembahasan lebih jauh bersama para ahli. Dia mengaku, sejauh ini penyelundupan dan penyimpangan-penyimpangan impor limbah plastik masih kerap terjadi. Untuk itu, kata dia, pemerintah fokus di sektor pengawasan.

“Potensi penyelundupan melalui kertas dan besi masih saja ada, ini yang akan kita awasi,” kata dia.

Dia menambahkan, tidak menutup kemungkinan sektor pengawasan nantinya akan berbentuk regulasi inspeksi bagi produk impor komoditas-komoditas yang rentan disusupi plastik. Kendati begitu, dia menegaskan, berbagai opsi masih akan ditampung pemerintah untuk membakukannya menjadi sebuah aturan sesuai.

Diketahui, saat ini Indonesia masih berpegang pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan  Sampah dan Permendag Nomor 31 Tahun 2016 tentang tata cara importasi limbah non B3 dalam pengelolaan limbah. Salah satu pekerjaan rumah besar dari berlakunya dua beleid tersebut adalah masih adanya limbah plastik campuran yang diimpor secara ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement