Selasa 07 May 2019 07:00 WIB

Kuartal I Rendah, Target Pertumbuhan Ekonomi Sulit Dicapai

Pertumbuhan masih bisa dicapai dengan menjaga permintaan domestik.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pertumbuhan ekonomi.
Foto: Republika
Pertumbuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Asia Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi mengatakan, target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sampai akhir tahun sulit tercapai. Sebab, angka pertumbuhan di kuartal pertama yang harusnya menjadi acuan justru terlihat agak lemah di 5,07 persen. Menurutnya, range 5,0 sampai 5,2 persen lebih mudah terjangkau. 

Namun, pemerintah tetap dapat menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jauh dari angka 5,3 persen. Di antaranya dengan memperhatikan permintaan domestik. "Kalau faktor eksternal, cenderung ada di luar kendali pemerintah dan bank Indonesia," tutur Eric saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/5).

Baca Juga

Eric menjelaskan, permintaan domestik harus tetap dijaga, khususnya konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan dari sisi permintaan. Ini bisa dilakukan dengan menjaga inflasi agar tetap rendah dan terkendali, dan meningkatkan daya beli masyarakat. 

Kedua, dari sisi supplai atau lapangan usaha, manufaktur harus dibangkitkan lagi. Sebab, menurut Eric, Indonesia mengalami deindustrialisasi. Salah satunya karena kompetisi harga, di mana produk-produk domestik sulit bersaing dengan produk impor, terutama dari Cina.

Terlepas dari soal harga, Eric mengatakan, industri besar dan UMKM juga harus meningkatkan value added produk mereka. Di sisi lain, mereka dapat melakukan diferensiasi, sehingga punya market niche tersendiri. "Dengan begitu, mereka dapat bertahan dari gempuran produk impor," tuturnya. 

Eric mencontohkan, industri besar mungkin bisa meningkatkan efisiensi dan daya saing dengan semakin padat modal, tapi ada trade off ke lapangan kerja.

Sementara itu, untuk masalah ekspor, Indonesia harus melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor. Eric menilai, setidaknya, dalam satu dekade terakhir, pasar ekspor Indonesia terlalu berat ke Jepang, Amerika, Cina, dan Singapura. 

Eric menambahkan, pemerintah juga harus mendorong industri berbasis ekspor yang memiliki value added tinggi dan jangan hanya ekstraksi seperti migas dan tambang dengan pengolahan terbatas. "Tapi, ini memang butuh waktu," ucapnya. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini mencapai 5,07 persen atau tumbuh sedikit dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 5,06 persen. Sedangkan, pada kuartal pertama 2017 adalah 5,01 persen dan 4,94 persen pada 2016. 

Kepala BPS Suhariyanto menilai, kondisi tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik. Ia berharap, angka ini dapat membaik pada kuartal kedua karena ada pemicu yang memperkuat pertumbuhan ekonomi. "Di antaranya konsumsi rumah tangga karena ada momentum Ramadhan dan Lebaran," tuturnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement