Senin 06 May 2019 16:52 WIB

ESDM: Progres Smelter Freeport Sudah Sesuai Rencana

Progress smelter Freeport dievaluasi dua kali selama masa rekomendasi.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang untuk memisahkan mineral berharga dari pengotornya (Sellplotasi) PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Papua.
Foto: Musiron/Republika
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang untuk memisahkan mineral berharga dari pengotornya (Sellplotasi) PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa progress pembangunan smelter atau pabrik pemurnian Freeport berjalan sesuai target. Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan evaluasi kemajuan smelter Freeport terhitung semenjak mengantongi rekomendasi izin ekspor konsentrat tembaga.

Rekomendasi itu berlaku selama satu tahun. Artinya progress smelter dievaluasi dua kali selama masa rekomendasi itu. Evaluasi terakhir dilakukan pada Februari kemarin lantaran rekomendasi Freeport berlaku sejak Februari 2018-Februari 2019.

Baca Juga

"Sampai Februari kemarin progress smelternya 3,86 persen," ujar Yunus di Kementerian ESDM, Senin (6/5).

Yunus mengungkapkan evaluasi dilakukan berdasarkan rencana kerja pembangunan smelter per enam bulan. Ada sanksi tegas bila hasil evaluasi itu belum mencapai minimal 90 persen dari rencana kerja tersebut. Sanksi tersebut berupa pencabutan izin ekspor.

Dia mengungkapkan realisasi pembangunan 3,86 persen itu hampir 100 persen dari rencana kerja yang disodorkan Freeport. Lantaran telah memenuhi persyaratan maka Freeport mendapatkan perpanjangan rekomendasi izin ekspor hingga Februari 2020 mendatang. Sebab salah satu persyaratan perpanjangan rekomendasi tersebut yakni kemajuan pembangunan smelter.

Capaian 3,86 persen itu, kata Yunus, masih dalam tahap awal pembangunan. Adapun yang telah dilakukan Freeport yakni studi kelayakan (Feasibility Study/FS), studi lingkungan, sewa lahan selama lima tahun, serta pemadatan lahan.

Dia menyebut Freeport mengganti penyedia jasa teknologi dari Mitsubishi menjadi Outotec. Pergantian itu berpengaruh pada perhitungan kemajuan smelter. Hal ini lantaran menggunakan Outotec lebih besar nilai investasinya ketimbang Mitsubishi.

Alhasil progres smelter Freeport seharusnya 4,67 persen menjadi 3,86 persen karena pembagi biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar dengan menggunakan Outotec.

"Biayanya memang tambah lebih besar. Tapi lebih efisien dari sisi kelistrikannya. Outotec ini lebih murah dari sisi power," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement