Rabu 01 May 2019 05:40 WIB

Konsultasi Syariah: Beli Emas, Lalu Titip Jual

Pembelian emas atas kuasa nasabah diperkenankan.

Harga Emas Naik: Pedagang menata perhiasan emas di sentral penjualan emas pusat Kota Lhokseumawe, Aceh, Senin (25/2/2019).
Foto: Antara/Rahmad
Harga Emas Naik: Pedagang menata perhiasan emas di sentral penjualan emas pusat Kota Lhokseumawe, Aceh, Senin (25/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh Oleh: Dr Oni Sahroni, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

Assalamualaikum wr wb.

Baca Juga

Untuk pembiayaan murabahah emas, koperasi pergi membeli emas untuk diserahkan ke nasabah. Nah, karena merasa repot ke pasar untuk menjualnya lagi, nasabah meminta tolong koperasi untuk langsung menjualkan saat koperasi mengambil emas dari toko emas. Artinya, emas tidak sampai ke tangan nasabah. Apakah hal itu diperbolehkan, Ustaz?

(Aisyah-Padang)

---

Waalaikumussalam wr wb.

Pembelian emas atas kuasa dari nasabah tersebut itu diperkenankan. Syaratnya, emas yang dijual itu ada, dimiliki oleh nasabah (penjual), ada kuasa dari nasabah kepada koperasi, terjadi transaksi antara koperasi dengan penjual, sehingga emas menjadi milik penjual dan dana tunai menjadi milik nasabah. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, pada umumnya transaksi ini dilakukan koperasi syariah untuk memenuhi permintaan nasabah untuk mendapatkan dana tunai, di mana koperasi menjual emas kepada konsumen. Dengan penjualan tersebut, nasabah memiliki dan menjual emas yang telah dibelinya, sehingga mendapatkan dana tunai. Selanjutnya, nasabah membayar utangnya kepada koperasi secara angsur.

Tetapi, dalam pertanyaan di atas—setelah koperasi menjual kepada nasabah—nasabah tidak menjual langsung, tetapi memberikan kuasa kepada koperasi untuk menjualkan emasnya, sehingga praktis nasabah tidak melihat emas yang dibeli dan dijualnya tersebut.

Kedua, transaksi pembelian emas kemudian dilanjutkan penjualan emas kepada nasabah ada dan terjadi dengan seluruh rukun, syarat, dan konsekuensi hukumnya.

Ketiga, emas sebagai barang yang diperjualbelikan tersebut berwujud dan benar adanya, bukan fiktif. Karena jual beli barang yang tidak wujud itu tidak diperkenankan sebagaimana riwayat Abi Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW melarang jual beli hashah dan jual beli yang mengandung garar." (HR Muslim).

Begitu pula jual beli barang yang belum dimiliki calon penjual sebagaimana riwayat Hakim bin Hizam. Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (HR al-Tirmidzi) atau emasnya ada, tetapi fiktif karena tidak menjadi objek yang diperjualbelikan sebagaimana riwayat Abi Hurairah, "Barangsiapa yang menipu kami maka bukan termasuk golongan kami." (HR Muslim).

Keempat, ada kuasa dari nasabah kepada koperasi untuk menjualkan emasnya sesuai dengan harga yang diberikan oleh nasabah sebagai pemilik emas.

Karena setiap entitas yang cakap hukum itu boleh melakukan transaksi atas nama diri sendiri ataupun atas nama orang lain. Oleh karena itu, konsumen bisa membeli atas nama dirinya atau dengan memberikan kuasa kepada koperasi, begitu pula koperasi boleh melakukan transaksi ini atas kuasa dari konsumen.

Kelima, ada dua transaksi dalam pertanyaan sebagaimana dijelaskan dalam poin pertama yaitu koperasi menjual emas kepada nasabah secara tidak tunai, kemudian nasabah menjual emas tersebut kepada pihak lain secara tunai sehingga mendapatkan dana tunai.

Jual emas secara angsur tersebut dibolehkan sebagaimana hadis Rasulullah riwayat Ubadah bin Shamit, "Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya'ir dijual dengan sya'ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah harus sama dan dibayar kontan. Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan." (HR. Muslim).

Imam Malik dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa emas dalam hadis tersebut adalah alat tukar. Maka jika emas seperti emas perhiasan atau batangan tidak lagi sebagai alat tukar tetapi sebagai komoditas, maka boleh diperjual belikan secara tidak tunai.

Sebagaimana Fatwa No 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai, Fatwa No 111 DSN-MUI/IX/2017 tentang akad jual beli murabahah, Fatwa No 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad jual beli, dan Standar Syariah Internasional AAOIFI No 8 tentang al-Murabahah lil Amir Bisy-syira.

Semoga Allah SWT meridhai dan memberkahi setiap ikhtiar kita. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement