Rabu 01 May 2019 00:10 WIB

Jateng Berpeluang Jadi Provinsi Pertama Terbitkan Obligasi

Penerbitan obligasi daerah yang disiapkan senilai Rp 2 triliun.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Foto: Dok Dompet Dhuafa
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jawa Tengah berpeluang menjadi provinsi pertama penerbit surat utang jangka panjang (obligasi) daerah untuk pembiayaan sejumlah infrastruktur kemaslahatan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terus mematangkan rencana penerbitan obligasi daerah ini, baik dari sisi payung hukum, regulasi bahkan pilihan program.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, Pemprov Jawa Tengah sudah menyiapkan izin prinsip baru yang bakal masuk dalam peraturàn daerah (perda). Saat ini, draf sudah ada di tangan DPRD dan diharapkan bisa masuk agenda prioritas agar dalam masa sidang berikutnya bisa langsung diproses.

Baca Juga

"Kalau teman-teman (DPRD) komitmen politiknya sama, ini bisa jadi prioritas karena ini tidak bisa mundur dan mudah-mudahan akhir tahun ini sudah bisa selesai," ungkapnya, Senin (29/4) malam.

Modal Jawa Tengah sebagai provinsi pertama yang mengeluarkan obligasi daerah adalah capaian penilaian kinerja anggaran A dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Sejumlah program strategis guna mendorong infrastruktur kemaslahatan pun sudah disiapkan, dengan total penerbitan obligasi daerah yang siapkan mencapai Rp 2 triliun.

"Misalnya, untuk pembangunan RSUD Unggulan Pelayanan Kanker, RSUD Unggulan Pelayanan Ibu dan Anak, pengembangan Pelayanan Kanker di RS Kelet sampai sport center," jelas Ganjar.

Kendati begitu, gubernur juga mengakui, ada beberapa hal yang masih perlu dipertimbangkan terkait dengan penerbitan obligasi daerah tersebut. Hal itu antara lain, apakah obligasi daerah mempengaruhi penilaian terhadap kinerja keuangan daerah, karena adanya hutang daerah dalam struktur APBD.

Selain itu, bagaimana jika uang obligasi yang diterima di APBD dan ditempatkan dalam deposito menimbulkan spread negatif (tingkat suku bunga pinjaman yang lebih rendah daripada tingkat suku bunga tabungan). "Apakah yang semacam ini juga bisa dianggap merupakan sebuah kerugian bagi daerah," tambahnya.

Selain itu, apakah program yang dibiayai obligasi daerah harus bersifat cost recovery dan menghasilkan pendapatan untuk PAD. Sebab jika dengan mengeluarkan obligasi justru membuat performa anggarannya merosot, Ganjar yakin pasti tidak ada orang yang mau mengeluarkan obligasi.

Dalam kesempatan terpisah, Pengawas Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengapresiasi besarnya keinginan Jawa Tengah untuk menerbitkan obligasi daerah. Ia juga mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan guna mewujudkan penerbitan obligasi daerah ini melalui penyiapan regulasi serra payung hukumnya. 

"Karena penerbitan obligasi daerah ini 10 hingga 15 tahun masa angsuran, maka sangat perlu perlindungan atau regulasi berupa perda," katanya.

Jadi, kata Hoesen, penerbitan obligasi daerah ini bukan sekadar kebijakannya gubernur tapi pemerintah provinsi Jawa Tengah dan butuh komitmen banyak pihak. "Obligasi daerah memang sangat menarik, beberapa daerah memang pendanaannya terbatas. Maka fleksibilitas pendanaan harus kita dorong," katanya. 

Hoesen mengatakan, untuk menerbitkan obligasi daerah diperlukan tim bersama dari Kementerian Keungan dan Kementerian Dalam Negeri, bersama Pemda dan OJK. Di Jawa Tengah, tim bersama telah intens membahas hal teknis soal Obligasi Daerah, mulai dari potensi pembiayaan, hingga kemampuan membayar utang, baik bunga dan pokoknya. 

Pemprov Jawa Tengah telah melangkah cukup jauh untuk merealisasikan keinginan mencari pembiayaan alternatif itu. "Bahkan, Jateng juga telah membentuk tim percepatan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement